MAKALE, BKM –Upaya pencarian terhadap dua korban tanah longsor di Palangka, Kelurahan Manggau, Kecamatan Makale, Tana Toraja akhirnya membuahkan hasil. Seorang ibu bernama Sofia (23) dan anaknya Gea (3) ditemukan ditemukan dalam kondisi tak bernyawa pada Senin (15/4).
Jazad Gea yang pertama ditemukan pada pukul 17.40 Wita. Menyusul Sofia pada pukul 18.45 Wita. Tubuh keduanya tertimbun material longsor.
Tim SAR gabungan langsung mengevakuasi mayat korban. Terlihat ada Sekkab Tator dr Rudhy Andi Lolo, Kapolres AKBP Malpa Malacoppo, Dandim 1414 Toraja Letkol Arm Bani Sepang, dan Kadis PUPR Yakob Tipa. Mereka bahkan tampak menggotong jasad kedua korban hingga ke ambulans.
Selanjutnya dibawa ke Rumah Sakit Lakipadada untuk divisum.
Sementara 15 jenazah lainnya yang ditemukan, Minggu (13/4), telah diserahkan Wakil Bupati Zadrak Tombeg mewakili pemerintah daerah ke keluarga korban.
Bencana tanah longsor di Palangka yang terjadi, Sabtu (13/4) menelan korban jiwa 19 orang. Saat kejadian rumpun keluarga berkumpul di rumah korban Rape (35),
sebab korban Agustinus (20) rencananya akan kembali ke Kalimantan untuk berlayar.
Dua korban selamat, yakni Rape (35) dan Tania (8) menderita luka serius dan hingga kini masih menjalani perawatan medis di RS Sinar Kasih Toraja.
Sekkab Tana Toraja dr Rudhy Andi Lolo mengatakan bahwa semua korban dalam peristiwa tanah longsor di Palangka telah berhasil ditemukan. Tercatata ada 17 orang yang ditemukan meninggal dunia.
Sementara tanah longsor yang terjadi di Pangra’tak, Makale Selatan, terdapat empat korban jiwa. Sehingga total yang meninggal dalam dua peristiwa tanah longsor di duan lokasi tersebut sebanyak 21 orang.
Peta Rawan Bencana
Menyusul bencana alam yang terjadi di Tana Toraja, Pemprov Sulsel mengimbau kepada pemerintah kabupatn dan kota untuk memiliki peta rawan bencana.
Penjabat Sekprov Sulsel Andi Muhammad Arsjad menyampaikan, hal itu bertujuan untuk memudahkan mitigasi bencana yang bisa terjadi kapan saja.
Kata dia, pemetaan wilayah rawan bencana harus dirampungkan dengan pengukuran yang baik agar mitigasi dampak bencana dapat terukur dengan baik.
“Kita meminta setiap pemerintah daerah memiliki peta daerah rawan bencana untuk mitigasi rawan bencana. Tentu juga harus dengan hitungan yang jelas agar kita punya kemampuan adaptasi dan antisipasi,” ujarnya, Selasa (16/4).
Ia menjelaskan, peta rawan wilayah rawan bencana itu secara spesifik dapat menentukan metode mitigasi bencana pada daerah tersebut.
Apalagi, kata dia, secara umum Sulsel acapkali terjadi bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan tanah longsor.
“Jadi kabupaten dan kota itu mestinya sudah memiliki antisipasi daerah rawan bencana apakah rawan longsor, banjir gempa dan lain-lain. Karena wilayah di Sulsel ini berpotensi terjadinya bencana hidrometeorologi,” terangnya.
Tak hanya itu, penerapan peraturan terhadap pembangunan pada daerah rawan bencana juga mesti diperhatikan Pemkab dan Pemkot.
“Daerah-daerah yang yang rawan bencana ini harus kita pikirkan. Jangan sampai ada aset vital infrastruktur kita diletakkan di sana. Termasuk masyarakat di sana tidak disarankan untuk tinggal di daerah seperti itu,” tegasnya.
Berkaca pada negara besar yang juga sering mengalami bencana, mestinya Sulsel juga sudah memiliki antisipasi yang baik, seperti Jepang yang memiliki recovery wilayah pascabencana dengan baik.
“Minimal kalau terjadi bencana dampaknya bisa dikurangi dari sebelumnya,” pungkasnya. (gus-jun)