MAKASSAR, BKM — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) menahan dana bagi atau sharing Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bagi pemerintah kabupaten/kota.
Hal tersebut terungkap dalam rapat paripurna di DPRD Sulsel pada Senin, 14 April 2025 lalu.
Sebelumnya, Pemprov Sulsel menganggarkan pembayaran untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) kepesertaan kesehatan gratis. Anggaran di 2024 dialokasikan untuk membayar utang PBI 2023 triwulan III dan IV sebesar Rp116.443.365.500.
Sementara untuk anggaran PBI 2024 dialokasikan di tahun 2025 sebesar Rp325.279.433.750. Itu untuk triwulan I-IV 2024 dan triwulan I – II 2025, atau enam triwulan.
Berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), di Sulsel ada sebanyak 3,3 juta orang yang bakal menerima PBI BPJS. Angka tersebut mengalami fluktuasi dari bulan ke bulan.
Pada tahun 2023 misalnya, DTKS tercatat 3,6 juta orang. Lalu tahun 2024 berkurang menjadi 3,4 juta orang. Penganggaran PBI BPJS juga selalu diperbaharui jumlahnya mengikuti rekonfirmasi data terbaru.
Kemudian, dana sharing PBI BPJS bagi Pemkab/Pemkot diberikan berdasarkan potensi dana fiskalnya.
Tahun 2023, dana sharing mekanismenya dibiayai 60 persen kabupaten/kota, dan 40 persen dari provinsi. Namun, karena kebijakan fiskal yang berbeda-beda tiap daerah sehingga dilakukan penyesuaian.
Kepala Dinas Kesehatan Sulsel Ishaq Iskandar yang dimintai penjelasannya, Rabu (16/4) menerangkan, pemberhentian sementara pembayaran PBI BPJS terjadi sejak tahun 2025. Hal tersebut sudah ditetapkan lewat surat edaran.
Penyebabnya karena ada temuan dari BPK yang merekomendasikan agar anggarannya ditahan terlebih dahulu.
Keputusan ini diambil setelah menindaklanjuti Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan nomor 41.B/LHP/XIX.MKS/05/2024.
Penghentian penyaluran bantuan ini didasarkan pada beberapa temuan seperti kepesertaan ganda. Selain itu ada ketidaksesuaian data dalam penyaluran bantuan iuran bagi Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja (PBI PBPU dan BP).
“Ada temuan dari BPK dan Inspektorat, sehingga diteliti bagaimana kepesertaannya. Jadi sesuai dengan temuan Inspektorat dan BPK,” ujar Ishaq.
Meski begitu, Ishaq optimistis kebijakan ini tidak akan mengganggu kualitas layanan kesehatan di unit-unit layanan. Sebab, masih ada anggaran dari Pemkab/Pemkot untuk kepesertaan itu.
“Beda-beda (sharingnya), jumlah peserta, penduduknya dilihat, kemampuan fiskal daerah, ada semua aturannya,” terangnya lagi.
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan juga segera melakukan evaluasi. Langkah-langkah telah disiapkan.
Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes Sulsel Ardadi menjelaskan, Inspektorat Daerah Provinsi juga menyarankan untuk tidak melanjutkan penyaluran bantuan tahun anggaran 2024.
“Temuan data kepesertaan yang tidak valid, termasuk data ganda, tidak terdaftar, peserta yang telah meninggal, atau yang pindah domisili,” jelas Ardadi saat dikonfirmasi, Rabu (16/4).
Ardadi melanjutkan bahwa Pemprov Sulsel berkomitmen untuk memperbaiki sistem penyaluran bantuan dan memastikan efektivitas serta transparansi. Beberapa langkah perbaikan akan segera dilakukan.
Terutama, pembaruan data peserta.
Pemutakhiran data peserta program kesehatan gratis untuk memastikan akurasi dan validitas informasi, bekerja sama dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
Lalu, melaksanakan kampanye sosialisasi agar masyarakat memahami alasan penghentian sementara bantuan dan tidak terjadi kebingungan.
Diskes juga akan meningkatkan kolaborasi dengan para pihak terkait. Yaitu membentuk tim kerja yang melibatkan Dinas Kesehatan, BPK, dan Inspektorat untuk menindaklanjuti rekomendasi dari LHP BPK serta memastikan transparansi.
Kemudian, menyusun rencana strategis penyaluran bantuan tahun 2025 dengan kriteria kelayakan yang jelas dan prosedur verifikasi yang ketat.
“Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program kesehatan gratis untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan serta melakukan perbaikan yang diperlukan,” ungkapnya.
Sebelumnya, anggota Komisi E DPRD Sulsel Yeni Rahman mengatakan, Pemprov mengabaikan perhatian terhadap masyarakat, terutama di sektor kesehatan. Hal tersebut dilihat dari tidak disalurkannya dana bagi untuk BPJS ke kabupaten/kota.
“Pelayanan kesehatan itu tidak bisa dinegosiasikan karena merupakan kebutuhan utama masyarakat. Tahun 2024 kalian tidak mau bayarkan. Terlalu sibuk mengutak-atik APBN, tapi mengabaikan kebutuhan rakyat. Bantuan keuangan tidak diselesaikan, utang juga tidak dituntaskan,” cetus Yeni.
Ia pun meminta agar surat edaran tersebut segera dicabut agar tidak mengganggu pelayanan kesehatan.
Penghentian sementara PBI BPJS tersebut ditengarai akibat adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap data kepesertaan BPJS. Adanya misdata meharuskan ada perbaikan yang dilakukan Pemprov.
Yeni menyebut, masalah data ganda, misalnya seorang peserta dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang sama berarti merupakan kelalaian dari Disdukcapil.
Lalu, bagi peserta yang telah meninggal dunia. Itu karena masyarakat tidak paham bagaimana memperbarui data kepesertaan karena kurangnya edukasi pemerintah setempat.
“Tidak semua pemerintah setempat memberi edukasi. Ketika ada keluarga meninggal bukan hanya mengurus surat kematian. Secara sistem ini bisa dilakukan BPJS,” kata Yeni.
Ia mengakui bahwa Pemprov harus berbenah terkait permasalahan pangkalan data BPJS tersebut. Namun, menurutnya tidak semestinya langsung diberhentikan.
Pemberhentian sementara dana sharing tersebut akan mengorbankan kepesertaan BPJS bagi pihak lain.
Jadi, semakin banyak orang yang tereliminasi namanya dari kepesertaan, akan semakin banyak masyarakat yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya di bidang kesehatan.
Masyarakat juga harus mengurus kembali kepesertaan nantinya. Itu menandakan proses birokrasi berjalan mundur.
“Pernah saya dapat kasus ada orang tidak ada BPJS, harus bayar operasi. Kita minta Pemkot (Makassar misal) bayar, tapi dia juga tidak mampu. Oke kalau keluarganya kaya. Tapi kalau keluarganya ekonomi pas-pasan, gimana?” cetus legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Seyogianya, lanjut Yeni, pembiayaan BPJS merupakan sharing dari Pemprov Sulsel bersama Pemkab/Pemkot. Meski demikian, sumbangsih dana dari Pemprov lebih besar. (jun)