Mantan Rektor Bersiap Undur Diri dari UMI

MAKASSAR, BKM — Kasus dugaan korupsi yang dialamatkan kepada mantan Rektor Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Prof Dr H Basri Modding memasuki babak baru. Sempat diadukan ke Polda Sulsel, kini pelaporan kasus tersebut telah dicabut.
Hanya saja, masalah tak berhenti sampai di situ. Sebab pihak Yayasan Wakaf UMI mengklaim pencabutan laporan tidak boleh dimaknai jika Yayasan Wakaf (YW) UMI tidak mengalami kerugian atas dugaan tindakan Prof Basri Modding.
Dalam keterangan persnya, Selasa (16/4), Dr Muh Nur selaku kuasa hukum Prof Basri Modding, menjelaskan bahwa pencabutan laporan tersebut berdasarkan hasil audit internal yang dilakukan oleh pihak YW UMI, yang menyebutkan tidak ditemukan kerugian ataupun penggelapan dana seperti yang telah dituduhkan kepada kliennya.

”Karena itu, sebagai kuasa hukum, kami berharap secara pribadi agar pihak Yayasan Wakaf UMI menyampaikan permohonan maaf secara terbuka guna membersihkan nama klien kami Prof Basri Modding yang telah tercemar sebelumnya,” ujar Muh Nur di kantor Law Firm Dr Muhammad Nur and Associates, Jalan Tun Abdul Razak.
Muh Nur menegaskan, pihaknya sengaja menggelar konferensi pers untuk menjawab dan menepis seluruh fitnah serta tuduhan dugaan korupsi ataupun penggelapan terhadap kliennya tidak terbukti, seiring dengan pencabutan laporan yang telah dilakukan oleh pihak Yayasan Wakaf UMI.
”Sedari awal tuduhan tersebut tidak konsisten, lantaran kerugian yang disebutkan. Pertama disebutkan kerugian berkisar Rp28 miliar, kemudian berubah menjadi Rp11 miliar, bahkan turun menjadi Rp9 miliar,” beber Muh Nur.

Prof Basri Modding yang turut hadir dalam pemberian keterangan kepada wartawan itu, menjelaskan bahwa terkait tuduhan yang dialamatkan kepadanya, ia pun diberhentikan secara tiba-tiba dari jabatan rektor pada 10 Oktober 2023. Ketika itu terbit surat keputusan (SK) penunjukan pelaksana tugas (plt) rektor. Pemberhentian itu dilakukan karena dirinya diindikasikan menggelapkan dana yayasan sebesar Rp28,5 miliar.
Anggaran tersebut berkaitan dengan tiga proyek di lingkup kampus UMI. Masing-masing akses point, Taman Firdaus dan boarding school. ”Saya tidak pernah terlibat dalam persoalan keuangan, sehingga saya membantah semua tuduhan tersebut,” tegasnya.

Meski pihak yayasan telah mencabut laporannya di Polda Sulsel, Prof Basri Modding menyatakan bahwa dirinya tidak akan menuntut balik, meski disarankan oleh tim kuasa hukum untuk melakukannnya. Hal itu ia lakukan karena dirinya tidak ingin merusak citra UMI selaku universitas ternama. Sebaliknya, Prof Basri Modding kini tengah mempersiapkan surat pengunduran diri selaku salah satu tenaga pengajar di kampus yang berlokasi di Jalan Urip Sumoharjo itu.
Sebagai kuasa hukum, Muh Nur menilai peristiwa yang menimpa kliennya memiliki indikasi politik. Alasannya, karena pada saat itu Prof Basri Modding masih menjabat sebagai rektor aktif dan secara tiba-tiba terbit SK plt rektor untuk menggantikannnya.
Meski kliennya tidak ingin memperpanjang perkara tersebut, Muh Nur menyebutkan bahwa tindakan tersebut dari segi moral sangatlah tidak pantas. Karena memberikan dampak berupa sanksi sosial terhadap seseorang. Untuk itu dirinya berharap agar segera pihak UMI menyampaikan permohonan maaf secara terbuka guna memperbaiki citra kliennya yang sempat tercemar.

Menurutnya, dari sisi hukum, perkara ini sudah selesai lantaran pihak pelapor tidak bisa membuktikan tuduhannya melalui audit internal yang dilakukan.
Merespons hal itu, Penasihat Hukum YW UMI yang juga Kepala Pusat Kajian Advokasi dan Bantuan Hukum (PKaBH) UMI Dr Ansar Makkuasa, menjelaskan bahwa pencabutan laporan dalam kasus ini bukan berarti pihak yayasan tidak mengalami kerugian.
”Terkait tidak terbukti gelapkan dana yayasan sehingga laporan dicabut, perlu kami luruskan. Yang pertama adalah kami mencabut laporan di Polda bukan berarti tidak ada kerugian Yayasan Wakaf UMI. Itu tidak benar,” tegas Ansar Makkuasa, Rabu (17/4).

Ia menegaskan, pihaknya akan fokus mengejar kerugian yang dialami YW UMI atas dugaan tindakan yang bersangkutan di Pengadilan Negeri Makassar.

“Perlu kami jelaskan kalau YW UMI berdasarkan temuan hasil audit telah dirugikan. Kenapa kami mencabut laporan di Polda? Karena kami mau lebih konsentrasi mengejar kerugian sekitar lebih Rp11 miliar dengan mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Makassar,” terangnya
.
“Tentunya gugatan ini lebih tepat untuk mengembalikan kerugian Yayasan Wakaf UMI daripada harus tetap pada laporan kami yang akhirnya hanya menghukum perbuatan dan tidak mau mengembalikan kerugian,” sambungnya.

Sejak awal, disebutkan Ansar Makkuasa, pihaknya menginginkan agar Prof Basri Modding memiliki itikad baik untuk mengembalikan kerugian YW UMI yang nilainya sangat fantastis.

“Pada saat kami buat laporan di Polda tujuannya adalah pengembalian sesuai temuan hasil audit. Itu saja sebenarnya keinginan yayasan,” imbuhnya.
Saat ini gugatan perdata di Pengadilan Negeri Makassar berdasarkan Nomor Perkara: 112/Pdt.G/2024/PN.Mks terkait tiga item, yaitu proyek Taman Fidaus, pembangunan Gedung International School yang dikerjakan oleh PT Aifal Arta Celebes yang merupakan perusahaan milik anak dari Prof Basri Modding. Sementara Acces Point dikerjakan oleh CV Triputra Karya Tama.

“Jadi kalau pengacara BM mengatakan tidak ada kerugian Yayasan Wakaf UMI, lalu kenapa mereka harus mengikuti sidang perdata di Pengadilan Makassar. Seharusnya mereka membaca gugatan kami, mulai dari Posita hingga ke Petitum sehingga mereka tidak memberikan informasi yang tidak benar. Saya kira di gugatan perdata kami sangat jelas tentang nilai kerugian YW UMI,” kuncinya. (yus-jun)

source