Site icon ROVINDO

Waspadai Serangan Fajar

MASYARAKAT hendaknya lebih cerdas dalam menentukan pilihan pada pilkada mendatang. Harus berdasarkan keselarasan antara visi, misi, serta rekam jejak.
Dalam memilih, suara kita tidak boleh dijadikan objek transaksi sebagai bagian dari politik uang (money politics). Praktik seperti ini dapat merusak demokrasi dan integritas pemilu.
Politik uang terjadi ketika bakal calon atau partai politik memberikan sejumlah uang atau imbalan lainnya kepada pemilih atau penyelenggara pemilu untuk memenangkan suara atau memengaruhi hasil dari pilkada nantinya. Praktik ini dapat mengancam keadilan dan kepercayaan publik dalam pemilu.

Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mendeteksi dan melawan politik uang dalam kontestasi pilkada. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahayanya politik uang dan pentingnya integritas. Untuk itu kita harus mendorong penyelenggara, baik KPU maupun Bawaslu agar melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya memilih calon pemimpin berdasarkan visi dan misinya, bukan karena imbalan materi semata.
Upaya lain yang dapat kita lakukan adalah terlibat aktif dalam setiap proses. Ketika kita melihat praktik tersebut maka kita tidak boleh ragu untuk melaporkannya.

Selain itu, perlu ada penegakan hukum yang tegas terhadap para pelaku politik uang. Aturan tentang larangan politik uang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang terbagi ke dalam sejumlah pasal, yakni pasal 278, 280, 284, 515 dan 523. Dalam pasal-pasal tersebut, larangan politik uang dilakukan terhadap tim kampanye, peserta pemilu serta penyelenggara selama masa kampanye.

Perlawanan terhadap praktik politik uang ini juga harus disertai dengan ketegasan para penyelenggara dan penegak hukum yang tidak boleh ragu dan tebang pilih dalam memberantasnya. Jangan sampai hanya karena uang kita sebagai masyarakat sengsara selama lima tahun karena memilih pemimpin yang tidak kompeten, dan malah hanya menjadi benalu dalam pemerintahan.
Untuk itu pentingnya kerja sama dari berbagai pihak dalam menghadpi oknum-oknum yang masih saja memakai cara licik seperti politik uang untuk mendapatkan suara dari rakyat. Sebab praktik seperti ini akan melahirkan para pemimpin yang hanya peduli kepentingan pribadi dan golongan, bukan masyarakat yang memilihnya.
Dia merasa berkewajiban mencari keuntungan dari jabatannya. Salah satunya untuk mengembalikan modal yang keluar dalam kampanye. Akhirnya setelah menjabat, dia akan melakukan berbagai kecurangan, menerima suap, gratifikasi atau korupsi lainnya dengan berbagai macam bentuk. Tidak heran jika politik uang disebut sebagai “mother of corruption” atau induknya korupsi.
Jelang hari pemilihan kita juga harus waspada terhadap asalah satu jenis vote buying yang banyak terjadi, atau yang dikenal dengan nama serangan fajar. Serangan fajar adalah pemberian uang kepada pemilih di suatu daerah sebelum pencoblosan dilakukan. Kadang dilakukan pada subuh sebelum pencoblosan, atau bahkan beberapa hari sebelumnya.
Praktik serangan fajar ini dapat dilawan dengan mengambil gambar ketika kita menyaksikannya. Selanjutnya dilaporkan ke pihak berwajib.

Tidak hanya dari sisi masyarakat, dari sisi politisi pun serangan fajar telah membangun sebuah tradisi demokrasi yang buruk. Politisi menganggap votes buying adalah sesuatu yang lumrah, mesti dilakukan untuk bisa mengalahkan rivalnya pada pemilihan.
Praktik money politics bisa berdampak di internal instansi yang dipimpin maupun kepada masyarakat. Di internal, korupsi bisa terjadi dalam bentuk jual beli jabatan atau pada pengadaan barang dan jasa. Sedangkan dampaknya kepada masyarakat, akan terlahir regulasi yang tidak memihak mereka, pungutan liar, hingga pemotongan anggaran untuk kesejahteraan. (yus)

source

Exit mobile version