Site icon ROVINDO

Tolak Revisi UU Pilkada

MAKASSAR, BKM — Ribuan mahasiswa yang berasal dari berbagai kampus di Makassar menggelar aksi besar-besaran, Kamis (22/8). Mereka menyuarakan penolakan terhadap rencana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI membahas dan menetapkan revisi Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Massa bergerak dari kampusnya masing-masing dengan berjalan kaki. Seperti dari Universitas Hasanuddin, Universitas Negeri Makassar, Universitas Muslim Indonesia, serta kampus lainnya Selanjutnya berkumpul di bawah jembatan flyover. Sebagian bergerak menuju gedung DPRD Sulsel. Sempat terjadi ketegangan di depan pintu gerbang masuk kantor wakil rakyat.
Pintu yang terbuat dari besi berukuran tinggi itu awalnya ditutup. Namun, massa yang terus merangsek dan mendesak agar bisa masuk, berhasil menerobos. Begitu pintu terbuka, mahasiswa yang mengenakan jas almamaternya masing-masing langsung menduduki gedung dewan. Silih berganti mereka berorasi dari tangga depan.

Spanduk berukuran besar juga dibentangkan. Massa mendesak untuk segera diadilinya penjahat demokrasi.
Di tempat lain, mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Aktivis Mahasiswa (GAM) melakukan aksi di pertigaan Jalan Hertasning-Petta Rani. Mereka membentangkan spanduk yang bertuliskan; Selamatkan Indonesia, Putusan MK Nomor 60 dan 70 Adalah Keinginan Rakyat.
Selain itu, massa juga membawa sejumlah tuntutan. Diantaranya mendesak DPR RI untuk segera menghentikan pembahasan RUU Pilkada.

Jenderal Lapangan Adi Delta, meminta agar pemerintah dan DPR mematuhi putusan MK. Menurutnya, putusan MK yang dibacakan pada 20 Agustus 2024 telah bersifat final dan mengikat.

“Kami mensinyalir, rencana revisi Undang-Undang Pilkada adalah akal bulus Baleg untuk menganulir putusan MK terkait aturan main pilkada yang telah ditetapkan,” kata Adi dalam orasinya.

Adi juga menduga, rencana revisi UU Pilkada sarat akan kepentingan politik tertentu yang terhalang oleh aturan putusan MK tersebut.

“Kita ketahui bersama, adanya batasan usia dalam putusan tersebut telah menghambat laju politik seorang sosok putra mahkota yang ingin dicalonkan sebagai gubernur,” jelasnya.

Di waktu yang sama, La Ode Ikra Pratama selaku Panglima Besar GAM mengatakan, aksi yang dilakukan ini adalah bentuk konsistensi GAM dalam mengawal proses demokrasi. Bagi GAM, mengawal putusan MK sama halnya mengawal demokrasi agar tidak dikuasai oleh kelompok tertentu.

“Jadi ini merupakan konsistensi kami agar bagaimana demokrasi kita berjalan sebagaimana mestinya, tidak kemudian diatur seenaknya oleh kelompok tertentu,” pungkasnya. (jun)

source

Exit mobile version