Tiba Masa Tiba Akal, Harga Cabai pun Melonjak
axel wiryanto
Monday, 20 November 2023 12:20 pm
dibaca 108 kali

MAKASSAR, BKM — Pencegahan lonjakan harga cabai di Sulawesi Selatan dinilai masih menggunakan pola klasik. Padahal, pemerintah harusnya sudah melakukan langkah antisipasi jauh-jauh hari. Langkah yang dilakukan dengan cara tiba masa tiba akal.

Diketahui, beberapa hari terakhir harga cabai masih terbilang tinggi. Bahkan, Pemprov Sulsel pun mengklaim harganya selalu fluktuatif. Pedagang lebih banyak menjual keluar provinsi karena harganya lebih tinggi. Imbasnya, ketersediaan cabai di daerah berkurang dan berpengaruh terhadap harga.

“Mestinya ada data. Jangan tiba masa tiba akal baru mencari solusi. Kan bisa dilihat itu pergerakan dalam satu tahun. Misalnya, kita tahu bahwa musim panen di mana, kemudian pengalaman tahun lalu itu bagaimana kalau ada kenaikan harga, apa penyebabnya. Itu yang dilakukan strategi untuk tahun depan. Jadi kita siap, jangan tiba-tiba,” kata pengamat ekonomi Unhas Anas Anwar, Minggu (19/11).

Menurutnya, persaingan pasar selalu mengutamakan keuntungan. Dia menilai bahwa para pedagang tentu lebih memilih menjual cabai dengan harga yang jauh lebih tinggi.

“Penyebabnya itu karena stok kurang karena pedagang lebih mau menjual keluar, sebab harganya jauh lebih bagus,” jelasnya.

Lebih jauh Anas Anwar menegaskan, pemerintah seharusnya bisa memastikan agar ketersediaan cabai di daerahnya betul-betul terjamin, sebelum para pedagang megirim hasil panennya keluar provinsi. Ini sama halnya dengan kasus beras di tahun lalu.

“Tata niaganya yang kita ubah. Biar bagaimana ketersediaan lokal dulu yang kita utamakan, karena masing-masing punya kepentingan. Kepentingan Sulsel, ya menjaga stok itu. Sama juga kasus beras yang lalu, beras itu kita swasembada tapi kenapa yang terjadi impor masuk. Kenapa impor masuk, karena beras yang ada di Sulsel itu dijual ke luar daerah, sama dengan kasusnya ini cabai,” terangnya.
Langkah solutif harus betul-betul diperhatikan pemerintah. Anas menyampaikan bahwa konsep menyediakan cadangan cabai juga dapat dilakukan. Jadi dapat membeli cabai lalu disimpan di gudang untuk memastikan ketersediaan lokal tetap terkendali.

“Data kita kan bagus. Siklus di bulan-bulan tertentu rawan ini harga cabai. Stand by memang itu. Kalau perlu ada dana cadangan untuk mengantisipasinya, kalau memang serius mau menjaga kestabilan harga untuk semua, untuk menjaga supaya tidak inflasi,” tukasnya.

Pasar murah, tambahnya, bisa diadakan bila ada stok. ”Apa yang mau jual kalau bikin pasar murah? Jadi saya punya usul itu lihat dulu datanya di bulan-bulan lalu terjadi gejolak kenaikan harga cabai, itu yang kita jaga. Jangan terjadi baru semuanya kaget,” imbuhnya.

Ia berharap agar pemerintah mempunyai rumusan kebijakan tersendiri sesuai dengan dinamika pasar dan tidak terlalu berharap ke pemerintah pusat.

“Nggak bisa dong berharap ke pusat. Masak pemerintahan lepas tangan, itu tugasnya. Cari caralah karena ini kan berdampak. Tidak bisa lepas tangan lalu apa gunamu. Itu pekerjaanmu, berhenti bekerja (kalau tidak cari solusinya),” pungkasnya.

Prof Muhammad Asdar selaku pengamat ekonomi Unhas menyampaikan hal senada. Dia berharap agar pemerintah dapat menjamin stabilitas harga pangan. Khususnya cabai yang mengalami lonjakan harga.

“Pemerintah harus menjamin bahwa ketersediaan barang terjangkau, tidak boleh terlalu mahal. Jangan sampai inflasi tidak bisa terkendali. Itulah gunanya pemerintah. Kalau dia tidak bisa lakukan itu, mundur saja,” tandasnya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sulsel Ahmadi Akil mengatakan, beberapa bulan terakhir harga cabai terus berfluktuasi. Karena pedagang lebih banyak jual di luar provinsi Sulsel.

“Itu harga cabai fluktuatif, kadang naik kadang turun. Karena masalahnya tengkulak lebih banyak menjual di luar provinsi, di situ lagi naik,” ungkap Ahmadi.

Penyebab cabai lebih banyak dijual di luar daerah lantaran harganya justru jauh lebih tinggi. Seperti di Provinsi Sulawesi Tenggara hingga Papua. Imbasnya, Sulsel mengalami lonjakan harga.

“Mereka lebih banyak menjual ke luar karena permintaan di luar mahal. Itu persoalannya. Permintaan dari Irian, dari Kendari itu mahal sehingga orang lebih cenderung jual ke sana,” jelasnya.

Pemprov Sulsel pun terkesan kewalahan. Dia mengaku tidak bisa mengintervensi dan melarang pedagang menjual ke luar provinsi. Alasanya, kondisi tersebut merupakan persaingan pasar.

“Tidak bisa kita (intervensi) itu karena itu namanya persaingan pasar. Nda bisa kita larang jual,” ucapnya.

Kendati begitu, dia beranggapan bahwa harga cabai yang fluktuatif di kisaran Rp40 ribu hingga Rp50 ribu itu masih dapat terkendali. Menurutnya, kondisi ketersediaan cabai berkurang dengan tarif harga tersebut masih wajar.

(jun)

source