Saksi Akui Rumah tidak Terdapat Aliran Listrik
axel wiryanto
Thursday, 15 August 2024 13:25 pm
dibaca 89 kali

MAKASSAR, BKM — Sidang dugaan tindak pidana korupsi pada pembangunan rumah khusus nelayan di Desa Wewangriu, Kecamatan Malili, kembali digelar di Pengadilan Negeri Makassar, Senin (12/8).
Agenda sidang kali ini menghadirkan Sahya yang bekerja sebagai nelayan dan menjadi penerima bantuan rumah tersebut. Saat ditanya majelis hakim tentang aliran listrik yang tersedia, Saksi Sahya mengaku dalam rumah yang diserahkan sebagai bantuan sama sekali tidak terdapat aliran listrik.

”Waktu saya datang ke sana tidak ada listrik yang mulia,” jawabnya Majelis hakim menanyakan tentang mekanisme pendataan yang dilakukan dalam penyerahan rumah bantuan tersebut. ”Bisakah saudara saksi menjelaskan tentang cara penyerahan mulai dari tahap awal,” tanya majelis hakim.
Sahya kemudian menjelaskan jika tahapan dalam penerimaan bantuan tersebut diawali dengan pendataan yang dilakukan pemerintah desa setempat dengan memperlihatkan KTP, KK, dan kartu nelayan sebagai langkah administratif.

Kemudian Sahya menjelaskan jika rumah tersebut diterima satu tahun pasca pendataan.

Dalam unit rumah tersebut terdapat dua kamar dan satu kamar mandi. Meski mendapati unit bantuan tidak terdapat aliran listrik, pihaknya bersama para nelayan lainnya tidak melaporkan kepada pemerintahan setempat. Meski pada penjelasan awal disampaikan jika aliran listrik akan disediakan melalui genset.

Selain tidak terdapat aliran listrik, sahya juga menyampaikan jika sekitar 50 unit rumah yang dibangun, hanya satu unit yang tersedia aliran air di dalamnya melalui alat sumur bor.
Pihak kuasa hukum terdakwa juga turut mempertanyakan keterangan saksi dalam BAP yang dituangkan saat mendapatkan panggilan dari Kejaksaan Negeri Luwu Timur yang menyatakan jika bantuan tersebut merupakan bantuan dari kementerian PUPR.
”Dari mana saksi mengetahui jika bantuan tersebut diberikan kementerian PUPR,” tanya kuasa hukum.
Menjawab pertanyaan pihak kuasa hukum, Sahya mengatakan, dirinya tidak pernah memberikan keterangan tersebut.

Sebab ia sama sekali tidak mengetahui tentang pihak mana yang memberikan bantuan tersebut.

”Saya tidak pernah memberikan pernyataan seperti itu. Mungkin itu pernyataan teman-teman yang lain,” jawabnya.
Lebih lanjut kuasa hukum terdakwa mempertanyakan kontradiksi antara pernyataan di BAP dan keterangan saat persidangan. ”Saat BAP saksi mengaku menempati rumah tersebut pada tahun 2015.

Sedangkan saat persidangan sahya menyebutkan menempati rumah pada tahun 2019. Jadi mana yang benar saudara saksi,” tanyanya.
Dalam penjelasannya Sahya mengaku menempati rumah tersebut kurang lebih sekitar lima tahun sejak tahun 2019. Perkara ini bermula saat pekerja pembangunan 50 unit rumah nelayan di Desa Wewangriu tahun pada anggaran  tahun 2015.

Kemudian terdakwa Hj SIN yang saat itu menjabat sebagai Direktur PT Typutra Morinda Indonesia bertindak sebagai pelaksana pekerjaan pembangunan rumah khusus nelayan meminjamkan perusahaannya kepada pihak lain dan tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya selaku pelaksana dalam pekerjaan tersebut sesuai kontrak yang telah disepakati.
Sehingga mengakibatkan uang negara yang dibayarkan lebih besar dibandikan prestasi yang diterima.

Akibat perbuatan terdakwa tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp361.950.000 berdasarkan hasil audit perhitungan kerugian negara Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan Nomor: PE.03.03/SR-840/PW21/5/2023.

Perbuatan terdakwa dinilai melanggar ketentuan pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55Ayat 1 ke (1) KUHPidana. (yus)

source