MAKASSAR, BKM — Pemilu legislatif (pileg) yang digelar 14 Februari 2024 lalu telah menempatkan relasi keluarga sebagai jalur untuk duduk di kursi wakil rakyat pada tingkatan berbeda. Ada banyak caleg yang maju merupakan pasangan suami istri, sesama bersaudara, mertua dan menantu serta hubungan kekerabatan lainnya. Sebagian besar dari mereka hampir pasti terpilih masuk parlemen.
Sebut saja Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Nasdem Sulsel Rusdi Masse Mappasessu (RMS) bersama istri Hj Fatmawati Rusdi. Dari hasil rekapitulasi yang sementara masih berlangsung, keduanya hampir pasti lolos ke DPR RI di Senayan.
RMS maju melalui daerah pemilihan (Dapil) Sulsel III meliputi Kabupaten Sidrap, Pinrang, Enrekang, Tana Toraja, Toraja Utara dan Luwu Raya. Sementara Fatmawati yang juga mantan wakil wali kota Makassar maju melalui Dapil Sulsel I yang meliputi Kota Makassar, Kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, dan Kepulauan Selayar.
Ketua DPW Partai Amanat Nasional (PAN) Sulsel Ashabul Kahfi yang maju ke Senayan lewat Dapil Sulsel I juga berpeluang terpilih. Demikian pula putrinya, Nurkanita Maruddani yang maju ke DPRD Sulsel lewat Dapil Makassar A memiliki peluang besar. Meski begitu, keduanya masih tetap harus menunggu akumulasi caleg dari partai lain.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) I Partai Golkar Sulsel Taufan Pawe juga hampir pasti lolos ke Senayan lewat Dapil Sulsel II, meliputi Kabupaten Bulukumba, Sinjai, Bone, Soppeng, Wajo, Parepare, Barru, Pangkep, dan Maros. Hanya saja, sang menantu Dr Zulham Arif yang bertarung untuk DPRD Takalar, masih harus menunggu rekap resmi dari KPU untuk dinyatakan lolos.
Hal sama juga untuk Ketua DPD Partai Gerindra Sulsel Andi Iwan Darmawan Aras, yang dipastikan lolos ke DPR RI dari Dapil Sulsel II. Namun adiknya, Andi Tenri Fatmawati Aras yang maju di DPRD Sulsel melalui Dapil Makassar A kalah dari petahana Edwar Wijaya Horas, serta pendatang baru Fadel Muhammad Tauphan Ansar.
Hal yang hampir sama berlaku bagi Waketum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DR HM Amir Uskara dan putranya yakni Imam Fauzan yang juga Ketua DPW PPP Sulsel. Meski Amir berpeluang besar terpilih ke Senayan lewat dapil Suslel I, namun masih menunggu hasil rekap KPU RI apakah PPP memenuhi ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT).
Waketum DPP Golkar HAM Nurdin Halid juga memiliki saudara, anak dan keponakan yang ikut bertarung di Pileg. Andi Zunnun untuk DPRD Sulsel Dapil Bone, Andi Nurhaldin DPRD Makassar, serta Kadir Halid untuk DPRD Sulsel Dapi Makassar A. Namun semuanya masih menunggu hasil rekap dari KPU Makassar dan KPU Sulsel.
Untuk caleg DPRD Sulsel dari Partai Golkar Rahman Pina dan putrinya yang maju di DPRD Makassar Eshin Usami Nur Rahman, juga berpeluang besar lolos. Rahman Pina yang juga Wakil Ketua DPD I Golkar Sulsel bertarung di Dapil Makassar B, sedangkan Eshin di Dapil IV Makassar.
Dari data sementara, Eshin mengungguli putra tokoh Sulsel yang juga mantan Ketua Golkar Sulsel HAM Nurdin Halid, yakni Andi Nurhaldin. Eshin sudah mengantongi sebanyak 3.037 suara, sementara Andi Nurhaldin yang juga Wakil Ketua DPRD Makassar 2.550 suara.
Rincian suara tertinggi di Dapil IV Makassar yakni Supratman dari Nasdem 3.782, H Jufri Pabe dari Nasdem 3.241, Eshin dari Golkar 3.037, Imam Musakkar dari PKB 3.007, Andi Nurhaldin dari Golkar 2.550, Mesakh R Rantepaddang dari PDIP 2.204, Azwar Rasmin dari PKS 2.154, Kasrudi dari Gerindra 2.093.
Ketua DPC Gerindra Kabupaten Gowa Andi Tenri Indah dan putranya, yakni Muhammad Farid Rayendra juga hampir pasti lolos ke parlemen. Tenri Indah bertarung ke DPRD Sulsel melalui Dapil III Sulsel meliputi Kabupaten Gowa dan Takalar, sementara Farid lolos ke DPRD Makassar melalui Dapil V Mamarita (Makassar, Mariso, dan Tamalate).
Bendahara DPD Partai Gerindra Sulsel Edwar Wijaya Horas juga terpilih bersama adiknya, Eric Horas untuk DPRD Makassar dari Dapil II. Edwar lolos ke DPRD Sulsel dari Dapil Makassar A, sementara Eric lolos ke DPRD Makassar melalui Dapil II.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Rifail K Hijaz juga terpilih menjadi anggota DPRD Sulsel dari Dapil III. Rifail lolos bersama bibinya, yakni legislator Nasdem yang juga Wakil Ketua DPRD Gowa Rizkiyah Hijaz melalui Dapil VII meliputi Kecamatan Pallangga Barombong. Sementara pamannya yakni Muhammad Nur Asad Daeng Tayang juga kembali terpilih di Dapil I Sombaopu.
Caleg pendatang baru dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) H Musakkar juga lolos bersama putrnya Imam Musakkar. H Musakkar yang bertarung di Dapil Makassar B berhasil mengumpulkan suara terbanyak, mengungguli suara Sekretaris DPW PKB Sulsel Muhammad Haekal dan politisi perempuan Misriani Ilyas.
Pemilik show room Pattara Mega Oto ini mengumpulkan 5.812 suara, sementara Muhammad Haekal meraih 2.109 suara dan Misriani Ilyas 2.053 suara. Adapun Imam Musakkar yang sama-sama di PKB berpeluang lolis di Dapil IV Panakukkang-Manggala.
Caleg Sulsel dari PDIP Andi Ansyari Mangkona juga berpeluang lolos ke parlemen melalui Dapil VIII meliputi Kabupaten Soppeng dan Wajo, sementara putrinya yakni Andi Nabila yang bertarung di parlemen Makassar belum aman.
Peneliti dari lembaga survei dan konsultan pemenangan PT Nurany Strategic Dr Nurmal Idrus, mengemukakan bahwa sebenarnya ini bukan fenomena baru. Di pemilu-pemilu sebelumnya kondisi itu juga banyak terjadi.
“Fenomena ini terjadi karena pemilih sudah punya chemistry yang kuat dengan keluarga dari caleg tersebut. Mereka sudah punya hubungan spesial dan banyak dibantu oleh mereka. Sehingga, ketika siapa pun anggota keluarga mereka yang mencalonkan diri, bisa dengan gampang terpilih,”ujar Nurmal yang pernah tercatat sebagai Ketua KPU Makassar ini, Senin (19/2).
Pengamat politik dari Unismuh Makassar Dr Luhur A Prianto, menilai bila masyarakat tidak punya banyak pilihan dan akses yang luas. Keluarga-keluarga pejabat ini umumnya punya previlege yang berbeda.
“Mereka bisa mengintegrasikan agenda politiknya dengan program-program pemerintah. Bahkan mereka tampil mengendalikan program-program populis pemerintah, baik berbasis klientelistik maupun yang programatik. Tindakan itu pun didukung aparatur negara, yang sulit menerjemahkan netralitas,” jelas Luhur.
Menurutnya, masyarakat pemilih memiliki ikatan dan relasi berbasis patronase. Masyarakat terjebak pada ketergantungan bantuan seolah semua itu merupakan kemurahan hati pejabat dan keluarganya.
Tindakan seperti ini sebenarnya semakin efektif dengan best practice dari pimpinan nasional tertinggi. Presiden Jokowi sukses memberi keteladanan pada kepala-kepala daerah dalam mewariskan kekuasaan dengan prosedur demokratis.
“Hari-hari ke depan, dengan menguatnya politik dinasti secara nasional dan lokal, maka urusan politik dan kebijakan publik, hanyalah urusan keluarga-keluarga tertentu,” ucap Luhur.
Pengamat politik dari Unibos Dr Arief Wicaksono, mengungkapkan bila hal itu menandakan bahwa sistem pemilu kita semakin permisif dengan potensi politik kekerabatan. “Sementara itu merit system yang diharapkan muncul ternyata tidak kunjung hadir sehingga tidak klop dengan status suami, istri, anak, saudara yang rata-rata memang tidak memiliki modal lain, selain modal kedekatan dengan sang calon,” pungkas Arief. (rif)