Polres Sinjai Ungkap Dugaan Korupsi Ceklok Rp720 Juta

SINJAI, BKM — Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) Polres Sinjai mengungkap dugaan kasus korupsi di sektor pengadaan sistem mesin absensi (ceklok) di sekolah pada tahun 2019-2022. Kasus tersebut terindikasi merugikan keuangan negara yang cukup besar.

“Kasus dugaan korupsi mesin absensi pada tingkat SD dan SMP sudah naik ke tahap penyidikan, dan ada indikasi kerugian negara mencapai Rp720 juta,” ungkap Kasat Reskrim Polres Sinjai Iptu Andi Rahmatullah yang didampingi Kanit Tipidkor dan penyidik saat menggelar konferensi pers, Jumat (7/2).
Menurutnya, kasus dugaan korupsi pengadaan mesin absensi yang bersumber dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) atau APBN ini diduga telah menyalahi prosedural. Salah satunya dugaan mark up berupa selisih harga dan pembelanjaan yang tidak melalui Siplah.

“Ada selisih harga pengadaan mesin ceklok yang dibelanjakan oleh pihak sekolah. Seharusnya harga senilai Rp2,7 juta termasuk pajak, namun ternyata di-up dengan harga Rp3,5 juta hingga Rp4,5 juta. Selain itu, pembelanjaan juga tidak sesuai aturan,” bebernya.
Dari proses pengusutan dugaan kasus ini, penyidik telah melakukan langkah-langkah penyelidikan. Diantaranya penelitian dokumen dan surat, serta klarifikasi terhadap 291 orang atau pihak terkait.
“Untuk pemeriksaan pihak terkait, penyidik telah melakukan klarifikasi sebanyak 291 bendahara sekolah di tingkat SD dan SMP, termasuk mantan Kadisdik Sinjai Andi Jefrianto Asapa,” terang Iptu Andi Rahmatullah.

Selanjutnya, pihaknya juga melakukan permintaan audit investigasi kepada BPK RI dengan menggelar ekspos perkara bersama BPK-RI sebanyak dua kali melalui zoom meeting, dan melaksanakan gelar perkara di Polda Sulsel pada hari Rabu (4/2).
Kasat Reskrim Polres Sinjai membeberkan kronologis kasus ini. Pada tahun 2019, distributor Geisa melakukan penawaran pengadaan mesin absensi kepada sekolah di tingkat SD dan SMP. Awalnya, distributor menyampaikan penawaran kepada pihak sekolah, sehingga saat itu terjadi penertiban surat dari Dinas Pendidikan sebanyak tiga surat, yaitu surat tugas, surat edaran, dan surat penyampaian.
Pada tahun 2020 hingga 2021, terkait kegiatan pengadaan mesin absensi, ada dugaan terjadi tindak pidana karena penyedia merupakan agen mesin Geisa di Kabupaten Sinjai sesuai dengan penunjukan distributor, dengan harga bervariasi mulai dari Rp3,5 juta hingga Rp4,5 juta setiap unit.

Kegiatan pembelanjaan ini diduga terjadi perbuatan melawan hukum, karena harga di pasar yang sebenarnya adalah Rp2,7 juta. Selain itu, pengadaannya juga tidak melalui aturan yang seharusnya, yaitu Siplah. Siplah adalah pengadaan atau penggunaan dana BOS sesuai dengan aplikasi.
Perbuatan melawan hukum lainnya termasuk layanan basic dan layanan pro, sehingga distributor secara tidak langsung mengarahkan semua pihak SD dan SMP melakukan pembelian layanan pro yang mengakibatkan pihak sekolah harus membeli layanan pro dengan menggunakan mesin absensi.
Distributor tidak melakukan perjanjian kerja sama dengan pihak sekolah, dengan harga layanan Rp250 ribu per bulan sejak 2020-2021 dari 279 sekolah. Dari pungutan per bulan itu, ada hal yang tidak sesuai aturan, yang tidak ada dalam peraturan perundang-undangan.

Dalam kasus dugaan korupsi ini, berpotensi merugikan keuangan negara. Penyidik menerbitkan laporan polisi dan surat perintah penyidikan dengan persangkaan Pasal 2 Ayat (1) Subsider Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 dan perubahannya UU Nomor 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sesuai dengan hasil ekspos perkara BPK-RI sebanyak dua kali atas perkara tersebut, ada potensi kerugian negara dengan hasil ekspos BPK-RI sebesar Rp720.254.528. (din/b)

source

Leave a Reply