SINJAI, UJUNGJARI.COM– Pembangunan gedung auditorium Universitas Muhammadiyah Sinjai (UMSi) senilai kurang lebih Rp11 miliar di Kelurahan Biringere, Kecamatan Sinjai Utara, Kabupaten Sinjai, diduga kuat diwarnai praktik gratifikasi dan pelanggaran Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sinjai.
Dugaan ini mencuat karena pembangunan dilakukan di sempadan sungai, yang bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) tentang RTRW Sinjai Nomor 28 Tahun 2012 Pasal 62 Nomor 3 huruf a,b dan c. Pasal tersebut secara jelas mengatur bahwa kawasan sempadan sungai diperuntukkan bagi Ruang Terbuka Hijau (RTH), jaringan utilitas, prasarana lalu lintas air, bangunan penunjang sistem prasarana kota, lokasi dan jalur evakuasi bencana, serta bangunan untuk pemantauan ancaman bencana.
Berikut bunyi RTRW Sinjai Pasal 62 Nomor 3 huruf a,b dan c. (3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sempadan sungai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan sesuai peruntukan meliputi kegiatan pemanfaatan sempadan sungai untuk RTH, pemasangan bentangan jaringan transmisi tenaga listrik, kabel telepon, pipa air minum, pembangunan prasarana lalu lintas air, bangunan pengambilan,dan pembuangan air, bangunan penunjang sistem prasarana kota, kegiatan penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana, serta pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan budi daya pertanian dengan jenis tanaman yang tidak mengurangi kekuatan struktur tanah dan kegiatan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi sempadan sungai sebagai kawasan perlindungan setempat antara lain kegiatan pemasangan reklame dan papan pengumuman, pendirian bangunan yang dibatasi hanya untuk bangunan penunjang kegiatan transportasi sungai, kegiatan rekreasi air, serta jalanĀ inspeksi dan bangunan pengawas ketinggian air sungai; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang mengubah bentang alam, kegiatan yang mengganggu kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologi dan hidraulis, kelestarian flora dan fauna, kelestarian fungsi lingkungan hidup, kegiatan pemanfaatan hasil tegakan, kegiatan yang menghalangi dan/atau menutup ruang dan jalur evakuasi bencana, kegiatan pembuangan sampah, dan kegiatan lain yang mengganggu fungsi sempadan sungai sebagai kawasan perlindungan setempat.
Sementara Informasi yang dihimpun, Aroma dugaan gratifikasi semakin kuat tercium setelah serangkaian pertemuan dan dugaan tekanan yang melibatkan sejumlah pejabat daerah dan pihak UMSi.
Pertemuan-pertemuan ini, yang dihadiri oleh tim dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sinjai, PJ. Sekretaris Daerah (Sekda), Dinas Pertanian, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), serta pihak UMSi, membahas kelayakan pembangunan auditorium, terutama terkait izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
Dalam rapat tersebut, tim teknis PUPR dengan tegas menyatakan ketidaksetujuannya karena pembangunan gedung di sempadan sungai memerlukan kajian analisis dampak lingkungan (amdal) yang mendalam. Tim teknis PUPR kemudian berkonsultasi dengan PUPR Provinsi dan mendapatkan jawaban serupa. Akibatnya, tim teknis PUPR mengundurkan diri.
Meskipun demikian, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Sinjai, Lukman Dahlan, diduga tetap memaksa agar proses penerbitan izin dilanjutkan. Tim teknis PUPR mendesak agar dihadirkan tenaga ahli independen untuk memberikan kajian. Namun, pihak UMSi, melalui Ahmad Afandi, justru melibatkan istrinya sebagai tenaga ahli, yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Diduga kuat, tim teknis PUPR mendapat tekanan dari Sekretaris PUPR Sinjai untuk segera mengunggah hasil kesepakatan rapat ke akun daring sebagai syarat penerbitan izin. Tim teknis menolak karena menilai tindakan tersebut melanggar aturan. Salah satu anggota tim teknis kemudian mengundurkan diri, dan akun tersebut diambil alih oleh Sekretaris PUPR Sinjai untuk mengunggah hasil kesepakatan.
Selain itu, tim teknis PUPR juga diduga diiming-imingi sejumlah uang untuk melancarkan proses penerbitan izin. Namun, mereka tetap menolak dan memilih untuk mengundurkan diri daripada melanggar aturan.
Akibat dari pembangunan gedung ini, ratusan warga Sinjai yang tinggal di sekitar kawasan pembangunan Auditorium UMSi terancam terdampak abrasi. Proyek pembangunan tersebut tanpa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang berpotensi menjadi pemicu.
Pengamat Lingkungan, Zulkifli Nasir, mengatakan bahwa regulasi mewajibkan setiap proyek berskala besar untuk memiliki dokumen Amdal yang mencakup penilaian dampak serta mitigasi terhadap potensi kerusakan lingkungan. Absennya dokumen Amdal menjadi perhatian serius bagi masyarakat.
“Bangunan dengan bobot besar tanpa Amdal berpotensi merusak ekosistem pesisir dan membahayakan rumah-rumah warga yang berdekatan dengan lokasi proyek,” tegas Zulkifli, yang kerap menjadi narasumber di diskusi Walhi, Kamis (20/3/2025).
Sementara itu, penanggung jawab pembangunan auditorium UMSi, Ahfandi Ahmad, saat dihubungi oleh wartawan terkait pembangunan auditorium UMSi, memberikan jawaban singkat, “Mohon maaf dinda, saya ke Makassar dulu.”
Artikel Polemik Pembangunan Auditorium UMSi: Dugaan Gratifikasi dan Pelanggaran Aturan pertama kali tampil pada Ujung Jari.