Penurunan Suku Bunga Kebijakan Diharap Dapat Meningkatkan Likuiditas Perekonomian Domestik

MAKASSAR, BKM — Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 25 September 2024 menilai, stabilitas sektor jasa keuangan terjaga stabil dan pasar keuangan menguat, di tengah sentimen positif akibat periode cut cycle bank sentral.

Namun demikian, prospek aktivitas perekonomian dunia melemah. Pertumbuhan ekonomi terindikasi mengalami penurunan di mayoritas negara utama (syncronised slowdown). Di AS, The Fed menurunkan outlook pertumbuhan ekonomi di 2024 diikuti kenaikan level pengangguran dan penurunan inflasi. 

Hal ini diungkapkan Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar didampingi Dewan Komisioner OJK lainnya pada acara konferensi pers Assesmen SektorJasa Keuangan dan Kebijakan OJK Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan untuk bulan September 2024  yang dilaksanakan di Jakarta secara daring (online), Selasa (1/10). 
Di Tiongkok, menurut Mahendra, perekonomian kehilangan momentum pemulihannya setelah sisi produksi yang selama ini menopang pertumbuhan mulai menghadapi tekanan. Hal ini terlihat dari aktivitas manufaktur yang melambat sehingga mendorong tingkat pengangguran naik ke level tertinggi dalam enam bulan terakhir, serta tingkat pengangguran muda (youth unemployment) meningkat.
Tekanan perekonomian Eropa juga semakin dalam terlihat dari penurunan outlook pertumbuhan dan proyeksi inflasi yang meningkat. Perkembangan tersebut mendorong bank sentral global memulai siklus penurunan suku bunga yang cukup agresif.

The Fed menurunkan Fed Funds Rate sebesar 50 bps, yang secara historis pernah dilakukan pada saat global financial crisis 2008 dan pandemi 2020. Di Tiongkok, PBoC cukup agresif dalam mendukung perekonomian dengan menurunkan suku bunga kebijakannya. 
Selain itu, Gubernur PBoC berjanji akan mengambil kebijakan akomodatif lanjutan seperti menurunkan GWM 50 bps untuk meningkatkan likuiditas perbankan, penurunan uang muka pembelian rumah, serta memperpanjang dukungan ke sektor properti selama 2 tahun. 

”Selain itu, kebijakan fiskal di Tiongkok juga akomodatif. Di Eropa, ECB dan Bank of England juga telah memulai siklus penurunan suku bunga,” katanya.
Kebijakan moneter global yang akomodatif tersebut mendorong kenaikan likuiditas di pasar keuangan, tercermin dari penguatan pasar keuangan global di mayoritas negara. Aliran modal cukup besar ke pasar keuangan emerging market mulai terjadi. Termasuk ke pasar keuangan Indonesia.
”Di domestik, kinerja perekonomian masih terjaga stabil di tengah penurunan pertumbuhan ekonomi global. Inflasi terpantau terjaga stabil seiring mulai terkendalinya inflasi pangan, serta neraca perdagangan mencatatkan peningkatan surplus sejak Juli 2024,” ujarnya.
Selain itu, tambah Mahendra, langkah Bank Indonesia menurunkan suku bunga kebijakan sebesar 25 bps ke level 6 persen diharapkan dapat meningkatkan likuiditas perekonomian domestik dan memperkuat kapasitas LJK dalam menyalurkan pembiayaan. (mir)

source