Pajak Tinggi, Pengusaha Hiburan Terancam Tutup
axel wiryanto
Monday, 22 January 2024 06:07 am
dibaca 102 kali

MAKASSAR, BKM — Kebijakan pemerintah pusat dengan menaikan pajak hiburan dari 40 hingga 75 persen ramai-ramai ditolak pengusaha, tak terkecuali di Sulawesi Selatan. Pasalnya, hal itu akan berimbas kenaikkan harga jasa hiburan.

Terlebih, konsumen akan berfikir dua kali saat ingin merogoh kocek.

Diketahui, Pajak hiburan tercantum dalam Undang-undang No.1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Aturan ini berlaku khususnya untuk diskotik, karoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa, ditetapkan pajak paling rendah 40 persen sampai 75 persen, ketentuan besaran secara rinci akan diatur melalui Perda.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulsel, Anggiat Sinaga menyampaikan pihaknya telah melakukan rapat dengan Asosiasi Usaha Hiburan Makassar (AUHM). Ia mengaku dalam hasil rapat dipastikan usaha dapat kolaps dengan aturan baru ini.
“Dalam rapat itu yang ada adalah suasana penuh kegelisahan karena meratapi usaha ini hanya hitungan waktu akan kolaps karena tidak mungkin ada usaha dengan pajak 40 persen belum lagi biasanya akan tambahkan service 10 persen artinya akan ada extra 50 persen,” ujar Anggiat, Rabu (17/1).
General Manajer Hotel Claro Makassar itu menuturkan bahwa pajak yang tinggi akan membebani konsumen dan berdampak kepada jumlah kunjungan. Alhasil, usaha terancam gulung tikar.
“Kalaupun pemerintah sebut bahwa pajak itu akan menjadi beban customer tapi dengan kenaikan yang tidak manusiawi, kami yakin jumlah kunjungan akan drop dan akhirnya tidak akan bisa bertahan dan tutup,” katanya.
Jika usaha tutup bukan hanya berdampak kepada perusahaan dan pemilik tetapi para pekerja yang harus menganggur karena kehilangan pekerjaannya.

“Sepertinya pemerintah tidak ikhlas hadirnya usaha hiburan, kalau pemerintah tidak ikhlas akan lebih baik buat aturan dilarang hiburan beroperasi di Indonesia,” jelasnya.
Menindaklanjuti aturan ini, PHRI Sulsel akan melakukan audiensi dengan Wali Kota Makassar dan DPRD Makassar. Harapannya pemerintah dapat mengerti kekhawatiran pengusaha.
Masalah ini juga kata Anggiat akan dibawah dalam Rakernas PHRI se-Indonesia yang akan diadakan pada Bulan Februari 2024 di Batam.

Ia berharap terdapat kesepakatan agar aturan ini didorong untuk Judicial Review Mahkamah Konstitusi (MK).
Senada, Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Sulsel, Andi Idris Manggabarani menyayangkan adanya aturan ini, apalagi pelaku industri hiburan baru bangkit dari keterpurukan saat pandemi Covid -19.
“Para pelaku usaha hiburan ini baru pulih dari keterpurukan pasca pandemi covid. Baru memperbaiki dan menata diri kembali setelah terpuruk,” tuturnya.

Ia mendorong kepada pemerintah pusat untuk meninjau kembali aturan tersebut karena cukup memberatkan.
“Saya pikir pemerintah bisa meninjau ulang kebijakan tersebut, supaya para pelaku usaha tersebut bisa tetap hidup, tumbuh dan membuka lapangan kerja untuk mengurangi pengangguran,” tutupnya.
Terpisah, Pengamat Ekonomi dari Universitas Hasanuddin Prof Muhammad Asdar menyampaikan, kenaikan hingga 75 persen berlebihan.

Menurutnya untuk sekarang tidak perlu ada kenaikan.
“Tetap aja ndk usah ada kenaikan, bagaimana berputar dulu ekonomi baik baik, keliru kalau kasih naik barang barang sekarang ini, orang tercekik sekarang ini,” imbuhnya.
Ia mengibaratkan pengusaha seperti jatuh tertimpa tangga dengan aturan ini. Aturan ini hanya akan menghambat kegiatan ekonomi, imbasnya ekonomi Sulsel dapat stagnan bahkan menurun. (jun)

source