Site icon ROVINDO

Nurmal Sebut Partisipasi Rendah, Bukan Kerugian Negara

MAKASSAR, BKM–Partisipasi Pemilih Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 di Kota Makassar menjadi sorotan. Pasalnya, partisipasi di Kota Makassar mengalami penurunan dari Pilkada 2020 sebelumnya.

Bahkan, dari 24 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan (Sulsel), Kota Makassar menjadi daerah dengan partisipasi terendah.
Hal ini tentu menjadi sorotan, sebab anggaran besar Pilkada yang digelontorkan dianggap tidak dapat digunakan untuk mendongkrak angka partisipasi pemilih.
Anggaran Pemilu untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Makassar berdasarkan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dari Pemerintah Kota Makassar cukup tinggi yakni sebesar 64 Miliar.
Meski anggarannya tinggi, namun partisipasi pemilih di Kota Makassar tidak begitu besar.

Rendahnya partisipasi Pemilu di Makassar mendapat tanggapan dari pemerhati politik dari PT Nurany Strategic Dr Nurmal Idrus.
Menurut Nurmal, rendahnya partisipasi pemilih tidak bisa serta-merta ditafsirkan sebagai kerugian negara.
“Sebab, menurut saya tak ada yang bisa memperkirakan berapa jumlah masyarakat yang akan menggunakan hak pilihnya di Pilkada, bahkan KPU sekalipun,” ujarnya, Jumat (13/12).
Mantan Ketua KPU Makassar ini menyebuitkan, penganggaran itu memang berdasarkan DPT, artinya ketika orang tidak datang kan tidak ada yang bisa menduga. KPU Juga tidak bisa menduga kalau orang tidak datang (menggunakan hak pilih).

“Tetapi kan kertas suara, jumlah TPS, itu tetap harus diadakan oleh KPU sesuai dengan jumlah DPT,” katanya.
Menurut Nurmal, terbuangnya anggaran Pilkada akibat tidak semua masyarakat menggunakan hak pilihnya ini adalah resiko dari penyelenggaraan pemilihan langsung.
Hal itu tak bisa disebut sebagai kerugian negara, karena tidak adanya kesengajaan penggunaan anggaran yang menyebabkan kerugian.
“Kalau kerugian negara itu timbul kalau kemudian ada kesengajaan dari yang sudah dihitung lalu kemudian timbul kerugiannya, nah ini kan tidak disengaja sebenarnya,” sebutnya.
Dia mengatakan yang seharusnya menjadi sorotan bahwa rendahnya partisipasi pemilih ini adalah pertanggungjawaban KPU Makassar. Sebab, salah satu tugas pokok KPU yakni mendorong partisipasi pemilih.

“Maka tentu ini jadi catatan tersendiri bagi KPU, kenapa kemudian ini menjadi sangat rendah. Yang kedua, partisipasi pemilih ini dipengaruhi oleh semua stakeholder baik itu pemerintah dan kelompok civil society yang lain,” terangnya.
Meski KPU telah melakukan usaha maksimal untuk mendorong partisipasi pemilih, Nurmal mengatakan hal itu belum cukup jika stakeholder terkait tak ikut turun langsung.
Begitu pun keterlibatan masyarakat sipil sendiri, dia mengatakan butuh adanya sumbangsih peran kelompok civil society dalam meningkatkan partisipasi pemilih.
“Meskipun KPU mendorong dengan berbagai program tapi kemudian civil society dan pemerintah tidak mendukung, itu sulit juga. Jadi ini kesalahan bersama, walaupun tanggung jawab terbesarnya tetap di KPU,” ujarnya.

Jadi ini sebenarnya yang harus dijelaskan kepada masyarakat, kenapa partisipasi di Makassar ini rendah. Apa alasannya, apakah alasan teknis missal ada orang yang tercatat tapi tidak ada orangnya, atau memang lebih banyak orang tidak mau ke TPS karena jauh misalnya.
Nurmal mengatakan faktor tidak menetapnya lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) juga menjadi alasan rendahnya partisipasi pemilih. Sebab, banyak dari masyarakat yang mengeluh karena lokasi TPS yang tidak terjangkau.

Hal ini, kata dia, harus menjadi salah satu pertimbangan bagi KPU untuk memaksimalkan partisipasi masyarakat ke depannya.
“Artinya menurut saya TPS harus dipermanenkan, kadangkala masyarakat kalau ditanya di mana TPS-nya mereka tidak tahu. Hal-hal seperti ini yang mestinya dievaluasi dan dijelaskan teman-teman KPU. Karena partisipasi yang turun ini juga menggambarkan legitimasi kepala daerah yang terpilih,” terangnya.
Sebagai orang yang berpengalaman sebagai komisioner, Nurmal mengakui bahwa memang anggaran sosialisasi KPU sangat terbatas. Sehingga KPU harus mengatur strategi sebaik mungkin untuk mensosialisasikan pentingnya hak pilih pada Pilkada.

“Memang dari awal harus direncanakan terkait dengan strategi sosialisasi, dan kemudian mendorong orang lebih banyak ke TPS. Mungkin di situ yang harus dievaluasi. Begitu juga civil society dan pemerintah, harus juga punya strategi untuk mendorong partisipasi ini. Jangan hanya melimpahkan tanggung jawab sepenuhnya ke KPU,” tukasnya.
Komisioner KPU Makassar, Muhammad Abdi Goncing mengakui bahwa persentase partisipasi ini menurun satu persen dari Pilwali sebelumnya. Dia pun mengatakan, pihak KPU Makassar telah berupaya dengan maksimal untuk mendorong partisipasi pemilih ini, namun hasilnya masih jauh dari target.

“Berdasarkan hasil pemilihan kemarin, jumlah partisipasi pemilih untuk pemilihan wali kota dan wakil wali kota Makassar, itu dalam angka 599.092 pemilih yang menyalurkan hak suaranya pada pemilihan kepala daerah serentak kemarin, dari jumlah total pemilih yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) 1.037.164 pemilih,” urai Abdi.
Berdasarkan hasil ini, Abdi mengatakan, jika dipersentasekan antara jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya dan jumlah pemilih yang terdata dalam DPT, maka dapat dipersentasekan berada pada angka 57,76 persen, atau jika dibulatkan jadi 58 persen.

“Target kami awalnya itu secara keseluruhan 65 persen. Tapi berdasarkan massifnya sosialisasi yang kami lakukan sampai ke akar rumput, itu kami kemudian menaikkan target partisipasi kami menjadi 70 persen,” jelas Kordiv Sosdiklih, Parmas dan SDM ini.
Namun fakta di lapangan, dan seluruh usaha telah maksimal kami lakukan untuk mencapai target itu, kemudian hasil pemilihan partisipasi di Kota Makassar itu jumlahnya menjadi 58 persen.
“Ini turun satu persen dari partisipasi pemilih pada saat Pilkada di tahun 2020 yang jumlah partisipasinya 59,4 persen,” tambahnya.
Tentu jumlah partisipasi masyarakat ini, lanjut Abdi, akan menjadi evaluasi KPU Makassar. Pihaknya kemudian akan merinci dan melakukan riset serta penelitian. “Hal-hal apa saja yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah serentak ini turun 1 persen daripada Pilkada yang lalu,” tutupnya. (jun/rif)

source

Exit mobile version