MAKASSAR, BKM — Keputusan Kementerian Keuangan untuk memangkas dana transfer daerah hingga Rp50,59 triliun sangat disayangkan Komisi I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Pemotongan ini dilakukan sebagai bagian dari efisiensi anggaran.
Ketua Komisi I DPD RI Andi Sofyan Hasdam, menyampaikan protes ini saat kunjungan kerja ke Sulawesi Selatan, di kantor Gubernur Sulsel, Senin (3/2.
“Ya, kita mau ngapain lagi. Kita baru tahu sesudah aturannya ditetapkan,” ucapnya.
Sofyan menyebut dana bagi hasil (DBH) dan dana alokasi umum (DAU) merupakan hak daerah yang berasal dari pendapatan APBN yang diatur melalui peraturan pemerintah.
DBH dialokasikan kepada daerah untuk mendanai perbaikan infrastruktur, sementara DAU diperuntukkan bagi gaji pegawai.
“Ini melanggar undang-undang. Sedang kami perjuangkan agar tidak (dipangkas). Ini tidak boleh, karena ini hak daerah. Belum ada yang protes karena belum dilantik kepala daerahnya,” ujarnya.
Pada tahun 2025, Sulawesi Selatan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp52,44 triliun dari APBN. Pagu ini mengalami penurunan 14,49 persen, atau Rp19,64 triliun.
Anggaran tersebut dibagi ke 746 satuan kerja dari 38 kementerian/lembaga di Sulsel. Sementara, alokasi transfer ke daerah atau TKD sebesar Rp32,80 triliun.
Kata Sofyan, jika ingin melakukan efisiensi, maka sebaiknya yang menghemat kepala daerahnya, bukan dengan memangkas dana transfer.
“Jadi kalau mau penghemetan, yang menghemat gubernur, bupati, wali kota, tapi dana transfer jangan dipotong karena itu akan menyangkut kesejahteraan rakyat,” tegasnya.
Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini meminta kementerian, lembaga, hingga pemerintah daerah melakukan efisiensi belanja anggaran mencapai R 306,69 triliun. Ia juga meminta pembatasan belanja yang bersifat seremonial, perjalanan dinas, studi banding, hingga seminar.
Itu tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 yang berisi tentang efisiensi belanja negara dalam pelaksanaan APBN dan APBD Tahun 2025. Surat itu ditujukan kepada menteri Kabinet Merah Putih, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, para kepala lembaga, pimpinan kesekretariatan lembaga negara, gubernur, bupati, dan wali kota.
Dalam diktum pertama inpres itu disebutkan, para penerima instruksi tersebut diharuskan untuk melakukan review sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing, dalam rangka efisiensi atas anggaran belanja kementerian atau lembaga (K/L) dalam APBN 2025, APBD 2025, dan TKD dalam APBN 2025 dengan berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kemudian, diktum kedua dijelaskan detail total anggaran yang dipangkas senilai Rp306,69 triliun dari total belanja negara 2025 sebesar Rp3.621,3 triliun. Terdiri dari anggaran belanja K/L sebesar Rp256,1 triliun, dan TKD RP 50,59 triliun.
Pemangkasan tersebut akan berdampak pada pemerintahan daerah yang belum mandiri secara fiskal. Pemda mesti memutar otak untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dan mengurangi ketergantungan pada transfer anggaran dari pusat.
Selama ini sejumlah kabupaten/kota memang masih ketergantungan terhadap dana transfer karena minimnya pendapatan daerah. Masalah diperparah dengan Pemprov Sulsel yang masih berutang dana bagi hasil ke 24 pemerintah daerah sebesar Rp2,3 triliun lebih.
Tak hanya terkena pemangkasan dana transfer, Pemprov Sulsel sendiri masih punya utang DBH kepada 24 pemda senilai Rp2,3 triliun lebih. Hal ini semakin memperumit keuangan daerah.
Sekretaris Provinsi (Sekprov) Sulsel Jufri Rahman, berharap DBH tidak dipangkas, karena akan berdampak pada pembangunan infrastruktur di daerah.
Ia menyebut Pemprov Sulsel sangat mengapresiasi niat kementerian untuk efisiensi anggaran. Namun, sebaiknya jangan mengganggu anggaran daerah karena akan mengganggu fiskal daerah.
“Kami memahami efisiensi anggaran, tapi sebaiknya jangan ganggu anggaran daerah. Ini bisa berdampak buruk pada fiskal daerah,” ujarnya. (jun)