Kejati Sulsel dan BPJS Jalin Kerja Sama
axel wiryanto
Friday, 19 July 2024 07:37 am
dibaca 129 kali

MAKASSAR, BKM — Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan (Sulsel) bersama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPPJS) Kesehatan menjalin kerja sama terkait penanganan masalah hukum di bidang perdata dan TUN, sebagai upaya optimalisasi pengawasan dan kepatuhan pemberi kerja. Penandatanganan nota kerja sama atau Memorandum of Understanding (Mou) dilaksanakan di Hotel Claro, Makassar, Senin (15/7).
Kajati Sulsel Agus Salim bersama Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah IX Dr Yessi Kumalasari menandatangani MoU, yang dilanjutkan dengan forum koordinasi pengawasan dan pemeriksaan kepatuhan BPJS Kesehatan tingkat Sulsel Tahun 2024.

Turut hadir dalam penandatanganan kerja sama tersebut dari pihak BPJS Kesehatan yaitu Kepala Cabang BPJS Makassar Muh Aras, Asisten Deputi Bidang KML Muh Yusrizal, Asisten Deputi Bidang Perencanaan Fianti, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulsel Ardiles Saggaf, Plh. Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Sulsel H Muhammad Arafah.

Sedangkan dari pihak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dihadiri oleh Asisten Perdata dan TUN, Aswas, Asintel, KTU, Koordinator, Kasi dan Jaksa Pengacara Negara pada Bidang Datun.
Dalam sambutannya, Kajati Sulsel Agus Salim menyampaikan bahwa penandatanganan perjanjian kerja sama ini merupakan sebuah langkah strategi dalam memperkuat sinergi antara lembaga penegak hukum dengan BPJS Kesehatan dalam rangka meningkatkan perlindungan hukum dan melindungi hak-hak tenaga kerja di Sulawesi Selatan.

“Kerja sama ini diharapkan dapat mengoptimalkan forum koordinasi dan dialog guna menggalang solidaritas dan sinergi lintas sektoral, guna mewujudkan terlaksanakannya kepatuhan pendaftaran dan pembayaran iuran pemberi kerja secara tepat jumlah dan tepat waktu yang dilakukan secara berkala,” ujar Agus Salim.

Lebih lanjut Agus Salim mengingatkan kepada pemberi kerja untuk taat dan patuh untuk menyelesaikan iuran BPJS Kesehatan. Sebab ada sanksi berupa administratif dan sanksi pidana.

Sanksi administrasi diatur dalam Pasal 17 UU BPJS yang terdiri atas teguran tertulis, denda, dan tidak mendapat pelayanan publik tertentu. Sedangkan sanksi pidana sebagaimana yang diatur dalam UU No. 24 Tahun 2011 Pasal 55 bahwa pemberi kerja yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) atau ayat (2) dipidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau pidana denda paling banyak Rp1 miliar.

Adapun ketentuan pasal 19 ayat (1), pemberi kerja wajib memungut iuran yang menjadi beban peserta dari pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS.

Ayat (2) menyebut, pemberi kerja wajib membayar dan menyetor iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS.
Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah IX Dr Yessi Kumalasari berjanji akan segera menindaklanjuti perjanjian nota kesepahaman dengan mengeluarkan Surat Kuasa Khusus (SKK) kepada Jaksa Pengacara Negara (JPN) Kejati Sulsel untuk optimalisasi kepatuhan pemberi kerja dalam program kepesertaan BPJS Kesehatan. (yus)

source