GOWA, BKM — Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kadis PPPA) Kabupaten Gowa, Kawaidah Alham, mengatakan, kurun waktu Januari hingga September 2024, tingkat kekerasan yang paling mendominasi adalah kasus kekerasan seksual (KS).
Terbukti, kasus KS ini mampu mencapai 45 persen dibanding kasus penelantaran (baik anak maupun keluarga) dan kasus kekerasan dalam rumah tangga. Dengan melihat banyaknya kasus KS, perlu diperbaiki adalah ketahanan keluarga.
”Ini paling penting, bagaimana parenting kita dalam keluarga, bagaimana kita dengan anak kita, apakah kita bisa berkomunikasi dengan anak kita, memberikan contoh yang baik kepada anak kita. Kita juga harus memberikan arahan kepada anak untuk bijak memakai handphone,” tambahnya.
Kawaidah mengatakan, Dinas PPA Kabupaten Gowa menaungi TPPA yang selalu turun ke lapangan dalam rangka penyelesaian kasus-kasus. Hal itu dilakukan mengingat kasus-kasus yang meningkat di Kabupaten Gowa adalah kasus kekerasan seksual (KS). Rerata korban KS itu adalah anak umur 11, 13 dan 14 tahun.
”Inilah yang menjadi penanganan kami. Tugas kami disini adalah bagaimana anak aman dan terlindungi. Kami selalu berkoordinasi dengan Unit TPPA Polres Gowa untuk bagaimana anak-anak ini supaya dia mendapatkan keadilan sesuai dengan tupoksi kami dan tupoksi unit PPA adalah menegakkan keadilan dan melindungi anak yang mendapatkan kekerasan. Jadi bukan hanya KS, tapi kekerasan secara umum,” jelas Kawaidah.
Dikatakan, terkait maraknya kasus KS, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Bintang Puspayoga sempat berkunjung ke Sulawesi Selatan pada 9 Oktober 2024.
Dalam kunjungan di Sulsel, Menteri PPA mengunjungi khusus UPT PPA Sulsel. Dalam kunjungan tersebut, Menteri PPA juga mengundang DPPA Kabupaten Gowa untuk berbincang tentang penanganan sejumlah kasus kekerasan perempuan dan anak.
Harapan Menteri Bintang, kasus-kasus kalau sudah ditangani di kabupaten dan belum bisa mendapatkan penyelesaian secara baik, maka harus dilempar ke provinsi. Begitu juga di provinsi, jika belum terlaksana maka kasus tersebut dibawa ke Jakarta untuk penanganan di pusat.
”Jadi koordinasi dan kolaborasi kabupaten, provinsi dan pusat harus selalu terjalin dan kemarin Ibu Menteri berpesan kalau ada kasus anak dan korban mengalami traumatis sebaiknya dipisahkan dari keluarganya. Agar korban lebih terjamin perlindungan dan pengawasannya,” kata Kawaidah.
Ditanya adakah kasus kekerasan anak dan perempuan di Gowa yang sudah ditangani di pusat, Kawaidah menjawab belum. ”Belum ada. Karena sejauh ini kami berhasil menyelesaikan di kabupaten maupun di provinsi. Sedang penyelesaiannya bukan di kami, kami hanya melakukan pendampingan dan perlindungan kepada korban maupun pelaku dalam usia anak. Kami tidak spesifik kepada korban saja, kalau pelakunya anak kami tetap dampingi dan kami lindungi,” ucapnya.
Di tengah perkembangan teknologi dengan pergaulan kekinian di kalangan anak-anak abege telah terkontaminasi dengan penggunaan alat komunikasi. Peran orangtua tentu sangat penting.
”Biasa kami kalau orangtuanya yang harus dibina itu, kita memakai Polres atau Unit TPPA nya Polres untuk sama-sama turun memberikan arahan dan memberikan semacam pencerahan bahwa jika ada keterlibatan orangtua dalam perlakuan kekerasan terhadap anak maka wajib mendapatkan sanksi sesuai dengan UU TPK. Jangankan KS, pernikahan yang dipaksa saja di usia anak itu di dalam UU TPKS No 12 Tahun 2022 terdapat ancaman dalam pasal 7 yang mengatakan orangtua yang memaksakan anak untuk menikah akan mendapatkan hukumanan dengan kurungan penjara 9 bulan dan denda Rp200 juta,” jelasnya.
Sementara itu, Menteri PPA RI, Bintang Puspayoga, dalam kunjungannya ke UPT PPA Provinsi Sulsel pada Rabu (9/10), meminta para PPPA baik provinsi maupun kabupaten kota agar optimal melakukan penanganan setiap kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan.
Dalam kunjungannya itu, Bintang sengaja datang untuk menindaklanjuti kasus penganiayaan yang tengah viral yang melibatkan santri di pesantren Tahfidzul Qur’an Al Imam Ashim Makassar serta kasus pelecehan seksual yang dialami remaja berusia 11 tahun di Kabupaten Gowa.
Bintang pun memastikan bahwa korban menerima pendampingan sesuai dengan kebutuhan mereka. Selama kunjungannya, Bintang juga bertemu langsung dengan para korban dan memberikan dukungan moral agar para korban tetap tegar menghadapi situasi yang sulit.
Menteri PPA pun menekankan pentingnya peran tenaga psikolog dalam memberikan pendampingan yang baik terutama dalam menangani trauma yang dialami para korban akibat kejadian tersebut.
Sebelum bertolak ke Jakarta, Bintang menyerahkan bantuan spesifik kepada para korban serta memberikan tabungan untuk membantu memenuhi kebutuhan para korban. Bantuan ini diharapkan Bintang, dapat meringankan beban para korban sekaligus sebagai bentuk dukungan nyata dari pemerintah dalam melindungi hak-hak anak. (sar)