Kapolda Irjen Yudhiawan Wibisono Ajak PW Muhammadiyah Sulsel Ciptakan Pilkada Damai

MAKASSAR, BKM — Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulawesi Selatan (Sulsel) Irjen Yudhiawan Wibisono menyambangi kantor Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Sulsel, Rabu (16/10). Ia dan rombongan tiba pada pukul 15.30 Wita dan mendapatkan sambutan hangat dari jajaran Pimpinan Muhammadiyah, termasuk Ketua Ambo Asse.

Diketahui, Yudhiawan baru saja menerima mandat sebagai Kapolda Sulsel. Karena itu, Ambo Asse menyampaikan selamat bertugas dan mengawal sejumlah persoalan kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) yang ada di Sulsel.

“Selamat mengemban tugas di Sulawesi Selatan, semoga daerah kita tambah aman dan jujur menjelang pilkada. Kita berharap di pilkada nantinya lahir pemimpin baru yang amanah serta hadir untuk semua kalangan,” ujar Ambo Asse mengawali pembicaraan.

Setelah itu, Ambo Asse memaparkan sejumlah amal usaha Muhammadiyah (AUM) yang aktif dan sedang dikelola saat ini. Mulai dari institusi pendidikan hingga lembaga sosial.

Selain itu, ia juga menyebut tujuh ortom (organisasi otonom) yang selama ini berperan penting dalam mencetak kader penerus persyarikatan.

“Di Sulawesi Selatan ini kita punya 14 perguruan tinggi. 10 berstatus universitas, tiga institut dan satu politeknik. Sementara kita punya 23 pesantren, dan kurang lebih 300 sekolah, mulai dari SD, SMP, dan SMA. Muhammadiyah Sulsel juga membina panti asuhan yang tersebar hampir di semua daerah. Muhammadiyah Sulsel ini dibantu oleh tujuh ortom, ada Aisyiyah, Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Tapak Suci Putera Muhammadiyah, dan Hizbul Wathan,” papar Ambo.

“Kami di Pimpinan Wilayah ini jumlahnya 14 orang, termasuk ketua dan satu lagi ketua Aisyiyah. Selain itu, pimpinan ini dibantu oleh belasan majelis dan juga lembaga. Majelis dan lembaga inilah aktor yang menjalankan program-program Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel,” tambahnya.
Ia juga menjelaskan kepada jajaran Polda Sulsel yang hadir bahwa unsur Pimpinan Muhammadiyah Sulsel tak selamanya berkantor di tempat itu. Namun, Ambo Asse menyebut ada staf atau karyawan PWM yang berkantor setiap hari. Sehingga, jika pihak Polda Sulsel membutuhkan informasi atau hal lainnya, bisa datang langsung ke tempat itu.

“Kalau di kantor, di sini setiap hari ada staf yang standby. Pimpinan baru bisa datang semua kalau hari Rabu, karena memang jadwalnya berkumpul,” tutur Ambo.

Tidak Berpolitik Praktis

Di kesempatan yang sama, Ambo juga menegaskan Muhammadiyah bertugas mengedukasi masyarakat dengan mengutamakan politik nilai. Hal itu, kata dia, adalah mengedepankan prinsip kejujuran dan keadilan kadernya dalam memilih calon pemimpin, termasuk di hajatan pilpres dan pilkada lima tahunan.

“Soal sikap politik Muhammadiyah, kita bisa membaca rangkaian pernyataan pimpinan pusat. Tidak ada pimpinan yang berpolitik praktis. Jadi, jika ada yang berkeinginan untuk terlibat, maka akan diminta untuk istirahat dari struktural. Istilahnya mengundurkan diri,” kata Ambo.

Dalam hal pengamalan agama, Ambo Asse menyebut Muhammadiyah tak menjadikan mazhab tertentu sebagai pegangan dalam mengamalkan ibadah. Namun membuka ruang untuk mengambil pendapat yang paling kuat dan relevan dari berbagai mazhab dalam menjalankan ibadah keseharian.

Hal itu, menurut Ambo, perlu diketahui oleh semua lapisan masyarakat agar tak menyalahpahami corak gerakan dan model dakwah Muhammadiyah.

“Dalam hal mazhab, kita di Muhammadiyah tidak bermazhab, tapi bukan berarti anti mazhab. Prinsipnya wasatiyyah, tidak ekstrem kiri, tidak juga ekstrem kanan. Jadi semua pendapat diambil, dirajih, lalu diputuskan untuk mengambil yang paling kuat. Muhammadiyah dalam mengamalkan agama konsentrasi pada pencerdasan dan pencerahan. Makanya institusi pendidikan banyak, majelis dan lembaga yang konsentrasi mengkaji agama juga ada. Jadi tidak ada itu yang mengancam di Muhammadiyah, yang radikal-radikal dan semacamnya, selama mengikuti aturan organisasi yang ada,” jelas dia.

Pilkada Damai

Yudhiawan merespons paparan Ambo Asse dengan mengakui jumlah aset Muhammadiyah yang sangat banyak. Bahkan, kata dia, jika aset Muhammadiyah se-Indonesia dinilai dengan uang, jumlahnya sangat fantastis.

“Jika kita lihat, simak dan dengarkan, Muhammadiyah ini adalah salah satu organisasi terbesar di Indonesia. Aset-asetnya Muhammadiyah, jika dihitung se-Indonesia ini, dikumpulkan, bisa sampai ratusan triliun,” ujar Yudhiawan.

Setelah itu, ia memaparkan tujuannya mendatangi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel. Salah satunya adalah meminta Muhammadiyah agar bersinergi dengan polisi untuk mewujudkan iklim pilkada damai di Sulsel.

“Kami tidak akan berhasil melaksanakan tugas tanpa bantuan semua elemen masyarakat, termasuk Muhammadiyah di Sulsel. Apalagi ada perhelatan kampanye, momen ini cenderung aman. Tapi pada saat perhitungan, biasanya kan kalau ada yang kalah, kadang suka berbuat yang tidak benar. Nah di Sulsel ini, tingkat kerawanan pemilu ini ada pada posisi keempat,” ungkap Yudhiawan.

Seperti diketahui, beberapa tahun silam, Yudhiawan juga pernah bertugas di Polrestabes Makassar. Sehingga, ia memiliki pengalaman tentang dinamika politik di Sulsel tiap hajatan lima tahunan itu, termasuk kebiasaan masyarakat.

“Karena itu, saya punya tanggung jawab besar, supaya pemilu nanti berjalan dengan aman. Setahu saya, permusuhan dan pertikaian itu bukan kebiasaan masyarakat Bugis, bukan juga watak orang Indonesia, tapi watak orang yang rakus kekuasaan,” ucap dia.

“Apalagi jika lawannya hanya satu, head to head istilahnya, kecenderungannya itu, calon melakukan segala cara untuk menang. Mulai dari black campaign, membuat fitnah hingga menyebar hoaks,” tambahnya.

Ia lalu mengungkapkan contoh kasus kriminal di Bantaeng yang dibalut dengan politik. Hal itu, kata Yudhiawan, bukanlah hal baru. Aktor-aktor politik, kata dia, memang suka memanfaatkan situasi untuk menarik simpati masyarakat.

“Terbaru ini ada hal buruk di Bantaeng. Ada orang yang merupakan bagian dari tim sukses paslon tertentu yang menjadi korban penikaman. Pelakunya itu sampai berani menikam hingga meninggal korbannya. Meskipun ini murni kriminal, tidak ada kaitannya dengan kontestasi pilkada, tapi orang memelintir itu seolah-olah karena kepentingan politik, taktik adu domba masyarakat. Nah, tentu hal seperti ini mesti dilawan sama-sama,” ucap dia.

Kasus lain, kata dia, adalah bahaya politik uang yang biasa diberikan calon tertentu kepada masyarakat agar dipilih. Menurutnya, tidak ada kesejahteraan yang bisa dirasakan masyarakat jika pemimpin yang terpilih menang hasil kecurangan.

“Biasanya, aktor politik yang menghamburkan banyak uang, anggaplah money politik, lalu terpilih, yang dipikirkan hanya cara mengembalikan modal yang dikeluarkan saat masa kampanye. Akhirnya proyek apa saja diterabas, bisa jalan, jembatan, bahkan rumah ibadah seperti masjid dan gereja juga kadang-kadang diakali dan dibuatkan data pengeluaran fiktif, sisa uangnya diambil untuk mengembalikan dana yang habis semasa kampanye,” papar Yudhiawan.

Menurut Yudhi, berdasarkan data dan sejumlah kasus narkoba, baik pengedar maupun pengguna, Sulsel masuk kategori darurat. Ditambah, kata dia, data dan fakta itu didukung oleh hadirnya lembaga dakwah khusus Muhammadiyah yang bertugas memberikan pencerahan kepada para pelaku.

“Di Sulsel ini gawat, masalah narkoba ini mengkhawatirkan. Jika Muhammadiyah Sulsel punya lembaga khusus untuk memberi pencerahan kepada para aktor-aktor, entah itu pelaku atau pengedar, artinya di Sulsel memang darurat,” kata dia.

Ia lalu membeberkan kelompok usia yang paling rawan terjerat kasus itu adalah anak muda, termasuk mahasiswa.

“Mahasiswa adalah kelompok yang paling rentan, bisa pengedar kadang juga pemakai. Anak-anak muda ini paling rawan diserang. Maka pesan kami kepada anak muda di Sulsel, jangan terlalu jauh main sama narkoba, soalnya di sini tinggi sekali angkanya,” ucap dia.

Yudhi juga mengutip salah satu hadits Nabi Muhammad tentang bahayanya khamr dan hal-hal memabukkan lainnya yang bisa memicu jenis pelanggaran baru.

“Hampir semua tindak pidana yang terjadi itu diawali oleh narkoba atau minum-minuman keras. Jadi bukan tanpa alasan Nabi Muhammad mengingatkan kita 1400 tahun yang lalu tentang bahaya khamr, yang memabukkan, karena bisa menjadi induk maksiat. Kalau sudah narkoba, minum-minum, dari situlah lahir perjudian,” kata Yudhiawan.

Karena itu, ia mengharapkan Muhammadiyah senantiasa hadir dan siap untuk berkolaborasi dengan Polda Sulsel dalam menangani dua hal itu.

“Ke depan mungkin ada kegiatan yang harus kita kolaborasikan, kami siap. Intinya Sulsel jadi aman dan nyaman, baik di rumah, di jalan maupun di tempat kerja,” tandas dia. (rls)

source