MAROS, BKM — Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulsel, Raden Febrytriyanto, meresmikan rumah restorative justice Mappadeceng, di Desa Tenrigangkae, Kecamatan Mandai, Maros, Kamis 13/10. Kajari Maros, Wahyudi Eko Husodo, dalam sambutanya mengatakan, rumah Mappadeceng ini adalah yang pertama di Kecamatan Mandai.
”Ini adalah rumah restorative justice pertama kita buat di Kecamatan Mandai. Insya Alah ke depan kami di Kejari Maros akan membuat rumah restorative justice seperti ini minimal satu di setiap kecamatan,” ungkap Wahyu.
Rumah restorative justice ini merupakan yang ke 101 diresmikan di Sulawesi Selatan, Kajati Sulsel Raden Febrytrianto kepada wartawan mengatakan, pembentukan rumah restorative justice ini berdasar pada Perja (Peraturan Kejaksaan) No 15 tahun 2020.
”Jadi restorative justice ini bermula ketika adanya beberapa kejadian yang ditemukan tidak memenuhi asas keadilan hukum. Seperti pencurian kayu bakar atau semangka yang hanya untuk konsumsi. Namun harus berdampak hukum. Padahal, kan dalam hukum selain kepastian hukum, juga ada asas keadilan dan asas manfaat. Hal inilah yang mendasari restorative justice ini lahir. Misalnya untuk contoh kasus tersebut (pencurian kayu bakar dan semangka) bisa dilakukan penyelesaian secara musyawarah dan kekeluargaan,” ungkap Febry saat menyampaikan sambutan.
Selain itu, Febry juga menyampaikan jika ke depan rumah restorative justice ini harus difungsikan, bukan hanya diresmikan. ”Sebenarnya rumah seperti ini sudah lama ada. Bahkan di zaman nenek moyang kita. Jadi permasalahan itu diselesaikan dengan kekeluargaan. Misalnya soal warisan, tanah, atau ada hal-hal yang tidak nyaman di masyarakat bisa di bawah ke sini, bisa lakukan mediasi, fasilitasi, didampingi tokoh masyarakat, tokoh adat, dan lain-lain. Kalau itu soal tanah kita hadirkan BPN, atau soal hukum Islam kita hadirkan orang dari Kantor Urusan Agama (KUA). Sehingga masalah yang kecil bisa selesai dan tidak menjadi besar. Kita pinjam istilah pegadaian menyelesaikan masalah dengan tidak menambah masalah baru,” lanjut Febry.
Meski demikian, sambung Febry, tidak semua kasus bisa dibawa ke rumah restorative justice. Ada SOP tertentu. ”Kondisi Lapas sekarang rerata sudah over kapasiti. Jadi ini salah satu cara mengurangi itu. Tapi tidak semua juga bisa dibawa ke rumah restorative justice. Ada SOPnya, antara lain adalah pelakunya baru melakukan kejahatan, ancaman hukumannya di bawah 5 tahun penjara, kemudian kerugiannya tidak seberapa. Jadi tidak semua ya,” tutup Febry.
Sementara itu, Bupati Maros, Chaidir Syam, dalam sambutannya mengatakan, atas nama Pemerintah Kabupaten Maros dan masyarakat Maros berterimakasih kepada pihak kejaksaan yang telah membuat rumah restorative justice.
The post Kajati Sulsel: Rumah Restorative Justice Harus Difungsikan appeared first on Berita Kota Makassar.