Januari-Juni 2024 Terdata 191 Anak Melahirkan
axel wiryanto
Saturday, 27 July 2024 21:52 pm
dibaca 50 kali

GOWA, BKM — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gowa kini intens memperhatikan upaya perlindungan anak dari perkawinan. Upaya ini didasari Pemkab Gowa bahwa hak anak sangat penting untuk diwujudkan. Khususnya hak perlindungan. 
Karena itu, Pemkab Gowa pun semakin meningkatkan pencegahan perkawinan anak dengan membuat  sejumlah aturan untuk dipatuhi masyarakat khususnya orangtua. 

Pencegahan perkawinan anak saat ini memang menjadi isu prioritas Pemerintah Kabupaten Gowa. Sebagai bentuk upaya penanganan pencegahan perkawinan anak itu, Pemkab Gowa mulai menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) Layanan Pencegahan Perkawinan Anak. 
Tahap awal penyusunan SOP tersebut dilakukan dengan mempertemukan jajaran SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah), organisasi perempuan maupun anak, jajaran pemerintah kecamatan, Puskesmas dan unsur lainnya yang terkait.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Gowa, Sujjadan, mengatakan, SOP Layanan pencegahan perkawinan anak ini penting. Sebab akan menjadi pedoman bagi semua stakeholder yang ada dalam upaya memastikan pencegahan perkawinan anak di Kabupaten Gowa.
”Setiap anak wajib mendapatkan perlindungan, utamanya dari perkawinan anak. Karena dari perkawinan di usia anak akan berdampak bagi kesehatan mental, pendidikan, kekerasan dan bentuk dampak lainnya,” kata Sujjadan.
Kepala Bappeda Gowa ini hadir pada Focus Group Discussion (FGD) SOP Layanan Pencegahan Perkawinan Anak yang dilaksanakan Pemkab Gowa bersama USAID ERAT bertempat di Meelo Cafe, Jalan HM Yasin Limpo, Kelurahan Samata, Kamis (25/7). 
Sujjadan mengatakan, SOP Layanan Pencegahan Perkawinan Anak ini harus diprioritaskan, apalagi melihat angka perkawinan anak di Kabupaten Gowa yang memang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. 

Saat ini, kata Sujjadan, dibutuhkan kolaborasi bersama dari semua pihak. Baik dari Kemenag, Dinas Sosial, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Pengadilan, akademisi, media dan paling utama adalah Imam desa kelurahan.
”Perkawinan anak terjadi karena adanya dispensasi yang diberikan. Makanya ini juga perlu menjadi pertimbangan khusus bagi kita dalam penentuan perumusan SOP ini karena perumusan dispensasi ini tidak boleh begitu saja mudah keluar. Harus ada kondisi yang mendesak dengan artian tidak adanya pilihan lain,” kata Sujjadan.

Dikatakan, dalam proses penyusunan SOP Layanan Pencegahan Perkawinan Anak ini pemerintah kabupaten dikawal USAID ERAT. Misalnya melakukan penyusunan dokumen rencana aksi daerah pencegahan perkawinan anak. 
”USAID ERAT telah banyak mendukung dan mendampingi pemerintah kabupaten dalam rangka meningkatkan kualitas pemerintahan yang efektif dan efesien. Salah satunya pada upaya pencegahan perkawinan anak,” tambah Sujjadan. 
Salah satu fasilitator FGD Rosniaty Panguriseng mengatakan, pada periode 2023 data kasus dispensasi perkawinan anak di Kabupaten Gowa sebanyak 29 kasus. Hal ini pun berbanding terbalik dengan temuan angka kasus anak yang melahirkan.

Dimana berdasarkan temuan yang ada pada periode Januari hingga Juni 2024 sebanyak 191 kasus anak yang melahirkan. Artinya ada sekitar 160-an anak yang melahirkan dari hasil perkawinan sirih. 
”Makanya dengan adanya alur layanan ini nantinya akan mengakomodir hak-hak anak, utamanya pada anak yang telah menikah misalnya. Sebab mereka tetap harus mendapatkan haknya, baik hak pendidikan, kesehatan dan hak lainnya,” jelas Rosniaty. 
Dijelaskan, pada SOP Layanan Pencegahan Perkawinan Anak ini akan memfokuskan tiga area yakni pencegahan awal, pencegahan terfokus dan tahap penanganan. 

”Saat ini yang sudah berjalan sudah masuk dalam tahap pencegahan pada pengajuan dispensasi. Sementara yang menjadi kendala adalah pencegahan awalnya karena masing-masing masih dipertanggungjawabkan oleh pihak tertentu. Makanya layanan ini akan bersifat terintegrasi agar bisa lebih maksimal dan satu arah,” ujar Rosniaty. 
Dikatakan Rosniaty, FGD tersebut merupakan tahap pertama, hanya saja untuk proses yang dibahas dalam pertemuan sudah terlebih dahulu dilakukan dengan menyusun dokumen rencana aksi daerah (RAD) pencegahan perkawinan anak.
”Dokumen RAD ini harus diturunkan pelaksanaannya di lapangan. Salah satunya dengan pemberian layanan. Agar layanan ini bisa terkoordinasi dengan baik maka perlu dilakukan dengan basis alur layanan,” kata Rosniaty. (sar)

source