Site icon ROVINDO

Internal UINAM Harus Dievaluasi

GOWA, BKM — Terkuaknya kasus produksi uang palsu (upal) di dalam kampus Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) membuat kegaduhan di tengah masyarakat. Salah satu yang kini terkena dampaknya adalah para pelaku usaha kecil yang melapak di sekitaran kampus yang berlokasi di Kelurahan Romang Polong, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa ini. Mereka tak berani menerima uang pecahan Rp100 ribu untuk bertransaksi.
Pembeli pun syok karena uangnya kerap ditolak oleh pedagang. Mereka terpaksa harus berbelanja ke pedagang yang lokasinya cukup jauh dari tempat tinggalnya di dekat kampus.

Seperti dialami Wiwik, warga Romang Polong yang kos di dekat kampus. Wiwik mengatakan, sejak kasus upal produksi kampus merebak dan viral di medsos serta pemberitaan di berbagai media konvensional, dirinya bersama warga sekitar kampus jadi bingung. Khususnya ketika mau berbelanja ke warung dekat kampus. Setiap kali hendak berbelanja menggunakan pecahan Rp100 ribu, uang Wiwik ditolak oleh pedagang dengan alasan khawatir uangnya palsu.
Hal sama dikatakan Anca. Warga jalan poros Guppi ini terpaksa keluar rumah membawa uang kertas receh pecahan Rp10.000, Rp5.000 hingga Rp1.000 saja.
“Iya, pernah saya bawa uang Rp100 ribu tapi ditolak pemilik warung, katanya nanti palsu. Makanya, setiap hari sekarang ini saya hanya bawa uang kertas pecahan kecil, daripada tidak bisa dipakai kalau uang besar-besar,” timpal Anca.

Menyikapi situasi yang tengah terjadi di tengah masyarakat itu, Wakil Ketua Satu DPRD Gowa Hasrul Abdul Rajab angkat bicara. Ia mengaku prihatin dengan keadaan tersebut. Menurut HAR, akronim nama politisi Gerindra Gowa itu, produksi upal dalam kampus UINAM Romang Polong telah memicu terjadinya kegaduhan di tengah masyarakat kecil. Bahkan berdampak pula pada masyarakat golongan ekonomi menengah.
“Bayangkan jika mereka terima uang palsu. Pasti akan dapat masalah karena bisa jadi ikut dibilang mengedarkan. Terus, jualan mereka rugi. Akhirnya bukannya dapat untung malah buntung. Karena kasus ini, saya secara pribadi pun menyayangkan dan prihatin kenapa bisa ada upal di lingkup kampus, lingkungan pendidikan generasi kita. Bahkan saya juga menyayangkan kenapa sampai ada pegawai dari kalangan pendidik yang terlibat dalam kasus memproduksi upal ini, bahkan dicetak di dalam kampus UIN lagi, di perpustakaan,” cetus HAR, Jumat siang (20/12).
HAR menilai wajar jika terjadi kekhawatiran, yang kemudian berbuntut munculnya keriuhan di tengah masyarakat gegara peredaran uang palsu. Meskipun uang palsu ini, menurut pihak kepolisian telah ditarik semua berdasarkan titik penangkapan para tersangkanya.

“Uang ini kan pasti berpindah-pindah tangan sesuai kegunaannya sebagai alat jual beli atau transaksi di masyarakat. Wajarlah jika masyarakat masih tetap khawatir,” ujarnya.
Terkhusus adanya keterlibatan oknum pegawai yang juga adalah Kepala Perpustakaan Kampus UINAM Gowa, HAR menegaskan bahwa itu telah mencoreng moralitas pendidik. HAR pun mendesak agar jajaran akademik UIN Alauddin Makassar melakukan evaluasi besar-besaran usai kasus upal ini mencuat.

“Sangat memprihatinkan. Bagaimana bisa pendidik yang menjadi pelaku hingga tersangka? Moralitas mereka perlu patut dipertanyakan sehingga harus ada evaluasi di internal kampus,” tandas HAR.
Politisi muda ini sangat mengapresiasi kinerja Polres Gowa yang dengan cepat membongkar jaringan sindikat pembuat dan pengedar upal yang ternyata sudah mulai digagas sejak tahun 2010, dan mulai mencetak di perpustakaan kampus empat bulan lalu atau September 2024.

“Kami DPRD Gowa bersama masyarakat akan mengawal kasus ini. Kami juga meminta pihak kepolisian agar mengungkap kasus upal ini hingga dalang atau aktor utamanya. Ini adalah jaringan besar karena dilihat dari peralatan-peralatan canggih yang digunakan, bahkan nilainya ratusan juga hingga miliaran, bahkan triliunan. Sungguh di luar dugaan, ada oknum pegawai yang menggunakan fasilitas kampus untuk membuat pabrikasi uang rupiah dalam jumlah besar. Tidak tanggung-tanggung orang yang terlibat didalamnya sampai belasan orang. Kemarin ditangkap 17 orang dan menurut polisi masih ada yang DPO tiga orang. Juga masih ada seseorang dalam penyelidikan terkait perannya,” beber HAR.

Bagi HAR, kasus ini bisa dijadikan pengalaman untuk masa-masa akan datang, agar masyarakat awas dan peka melihat serta mencari tahu usaha ilegal yang merugikan banyak orang.
“Kita berharap polisi bisa mengungkap dalang kasus ini. Mulai dari pengadaan mesinnya sampai pengedarnya. Saya harap semua pihak yang terlibat dengan kasus ini diberi hukuman sesuai undang-undang yang berlaku,” tandas HAR. (sar)

source

Exit mobile version