Empat Wakasek SMAN 20 Mengundurkan Diri

MAKASSAR, BKM — Ada fakta baru terungkap dari aksi demo yang digelar siswa SMA Negeri 20 Makassar. Salah satu yang menjadi pemantiknya adalah mundurnya empat orang wakil kepala sekolah (wakasek) dari jabatannya. Selain itu, perbaikan sekolah juga tak kunjung terealisasi. Mereka pun menuntut kepsek untuk angkat kaki dari sekolah.
”Sebelum aksi demo di SMAN 20, ternyata ada empat wakasek mengundurkan diri. Salah satu tuntutan siswa kenapa wakasek mundur, kepsek tidak,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Sulsel Iqbal Nadjamuddin, Selasa (6/2).
Meski begitu, ia belum bisa memastikannya, karena investigasi oleh Inspektorat masih berlangsung. Disdik, kata Iqbal, juga akan melakukan pemeriksaan supaya semua bisa dikombain.
Menyikapi maraknya aksi demo siswa di sekolah, Iqbal berjanji akan melakukan pendampingan melalui kegiatan pengawas sekolah untuk membersamai kepala sekolah dalam peningkatan kapasitas dan mutu layanan.
”Kami akan mengembalikan fungsi semua pengawasan sekolah oleh cabang dinas dan juga Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan

. Semua pengawas sekolah dan UPT agar lebih sering ke sekolah untuk memantau. Saya sudah buatkan SK terkait dengan penugasan lain kepada cabang dinas. Termasuk salah satunya melakukan pemantauan secara berkala masing-masing UPT wilayahnya. Kita mau supaya ada proses mitigasi yang memungkinkan bisa terjadi seperti di SMAN 20 dan 17.,” terang Iqbal.
Saat ini, lanjut Iqbal, semua bidang dan teknis diminta untuk rajin berkoordinasi dengan semua kepsek terkait fungsi tugas bidang, bagaimana fungsi sarana dan prasarana. Termasuk pelaksanaan evaluasi kurikulum di sekolah itu.
”Karena selama ini memang yang saya tahu ini terputus. Kita seakan-akan berpisah dengan UPT sekolah. Untuk itu harus dilakukan pendampingan supervisi bagaimana pelaksanaan kebijakan di lingkungan sekolah,” tandasnya.

Kadisdik menyayangkan hilangnya fungsi cabang dinas sebagai perpanjangan Disdik yang semestinya rutin ke sekolah.
“Saya fungsikan bidang dan cabang dinas untuk rutin ke sekolah. Karena itu fungsi lapangan. Cabang dinas ini saya dengar berjalan biasa saja, tidak tampak dia tugas-tugasnya. Tidak seperti fungsi yang harus dilakukan. Ini yang mau kita aktifkan kembali, supaya mereka mampu memantau memonitor semua pelaksanaan perkembangan UPT sekolah,” terangnya

.
Menurutnya, ketidakmasimalan pelaksanaannya sebagai fungsi lapangan, itu yang akan dibenahi. Iqbal berharap bisa lebih efektif lagi pelaksanaannya.
Terpisah, Pengamat Pemerintahan Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Sukri Tamma, menilai aksi unjuk rasa yang dilakukan siswa yang terjadi di dua SMA di Makassar, disebabkan karena ada perasaan tidak nyaman
.
“Dalam konteks sistem pemerintahan kan SMA di bawah provinsi. Kalau melihat ada ungkapan perasaan tidak nyaman di SMA 20, pasti ada sesuatu tidak pas. Tentu itu harus dicermati. Apalagi ini siswa. Kalau ada hal yang cukup krusial harus diselesaikan. Ini harus diselesaikan akarnya, apa yang terjadi,” ungkap Sukri Tamma
.

Sukri melihat pada sistem harus ada evaluasi. “Salah satu yang harus dicermati manajemennya, pimpinan dan institusinya. Secara periodik harusnya ada evaluasi. Jika ada hal seperti itu, evaluasi harus lebih tajam, untuk melihat permasalahan seperti ini sudah seharusnya dilakukan. Unjuk rasa seperti ini seharusnya tidak terjadi karena ini lingkungan pendidikan. Menyatakan pendapat dimungkinkan, tapi sekali lagi karena ini mewakili keresahan maka harus dicari tau. Ini memang harus dievaluasi, bukan hanya mekanistik,” terangnya.

Dikatakan, jika hasil evaluasi ada permasalahan di level manajemen atau manajernya, maka perlu ada kebijakan mengganti, menggeser, atau jangan sampai ini hanya mispersepsi terkait kebijakan tertentu.
”Itu penting. Semua unit pasti ada evaluasi. Cuma sejauh mana evaluasi itu bisa jadi preventif. Untuk mencegah kekeliruan. Adakah hubungan relasi kuasa guru kepsek. Karena katanya Disdik bilang ada guru konflik kepsek? Tentu yang paling tahu sivitasnya. Tapi ketika ada yang sampaikan suara, prinsipnya ada tidak cocok. Bisa jadi ada seperti itu. Ada ketidakcocokan guru lalu siswanya diajak. Atau sebaliknya,” sambungnya.
Prinsip dasarnya, lanjut Sukri Tamma, bukan siapa memanfaatkan siapa untuk menujukkan kekecewaan. Paling penting akar dari kekecewaan ini.
”Tidak mungkin ada sikap terjadi tanpa masalah. Tidak harus melihat siapa demo, tapi ketika ada hal seperti ini, berarti ada masalah. Lembaga pendidikan harus jadi contoh. Kalau ada permasalahan bisa diselesaikan. Dua kasus harus ada preventif evaluasi dini. Dimaksimalkan, sehingga bisa jadi mekanisme preventif kalau ada hal tidak sesuai yang menimbulkan ketidaknyamanan,” kuncinya. (jun)

source