Site icon ROVINDO

Dua Opsi Selesaikan Sengketa Lahan SDI Pajjaiang

MAKASSAR, BKM — Pemerintah Kota Makassar melalui Dinas Pendidikan mengeluarkan dua opsi untuk penyelesaian sengketa lahan tempat berdirinya SD Inpres Pajjaiang, Kecamatan Biringkanaya. Hal itu disampaikan Kadis Pendidikan Kota Makassar Muhyiddin Mustakim yang ditemui di ruang kerjanya usai melakukan pertemuan dengan tim hukum, Jumat (19/7).

Opsi pertama, kedua pihak menunggu proses hukum berjalan dan inkrah. Walaupun penggugat dinyatakan sudah menang di tingkat Mahkamah Agung (MA), namun Pemkot Makassar saat ini sedang mengajukan peninjau kembali (PK) dengan mengajukan bukti-bukti baru.
Opsi selanjutnya, jika memang ahli waris ngotot mengatakan lahan tersebut adalah miliknya, maka yang bersangkutan diminta untuk menunjukkan sertifikat hak milik (SHM) atas tanah tersebut.

“Kita tunggu proses hukum yang berjalan. Kalau ahli waris menganggap putusan MA inkrah kami minta diurus sertifikatnya. Jika memang mereka punya bukti sah dan meyakinkan terkait kepemilikan tanahnya, kita akan duduk bersama dan melakukan pembicaraan terkait ganti rugi yang harus dibayarkan Pemkot Makassar terkait lahan tersebut,” jelas Muhyiddin.
Dalam menentukan nilai tanahnya, sejumlah stakeholder terkait harus dilibatkan. Mulai Badan Pertanahan Nasional (BPN), tim appraisal yang akan melakukan taksasi, dan lainnya. Taksasi terhadap harga tanah harus mengacu pada nilai jual obyek pajak (NJOP). Adapun gugatan ganti rugi yang diajukan ahli waris sebesar Rp14 miliar merupakan permintaan sepihak.

“Jadi kami sampaikan, kalau memang kantongi sertifikat, kita bisa duduk bersama membicarakan anggaran untuk pembebasan lahannya. Tapi itu akan memakan waktu, karena melibatkan berbagai pihak. Kalau harga disetujui, Pemkot Makassar harus mengajukan dulu ke DPRD untuk disetujui,” tambahnya.
Opsi lain yang disampaikan, kata mantan Plt Kepala Dinas Sosial Makassar itu, tidak boleh lagi ada spanduk dipasang baik dalam maupun luar sekolah. “Kami minta buat papan bicara di luar. Tidak boleh lagi tempel-tempel spanduk karena mengganggu psikologis anak dalam proses pembelajaran. Tidak perlu disegel. Kasih saja akses anak belajar,” tambah Muhyiddin.
Sementara itu, kuasa hukum Pemkot Makassar Fanny Anggraini mengatakan, melihat proses hukum persoalan ini, seharusnya ahli waris tidak bisa aksi sepihak melakukan penyegelan sekolah. “Sekarang kan masih berproses PK. Putusan MA belum inkrah atau final, karena masih ada upaya hukum yang dilakukan Pemkot Makassar,” jelas Fanny.

Dia melanjutkan, Pemkot Makassar melakukan PK karena ada bukti baru yang bisa menjadi bahan pertimbangan. Dalam surat yang diajukan sebagai bukti, dikatakan obyek sengketa terdaftar sebagai fasilitas umum (fasum) sesuai Perda Nomor 2 Tahun 2018 pasal 49 ayat 4 huruf B.
Sementara itu, Tim Hukum Dinas Pendidikan Jemmy Nento, menjelaskan bahwa ahli waris seharusnya tidak boleh melakukan penyegelan sepihak terhadap obyek lahan yang bersengketa. Jika ingin melakukan hal itu, mesti berdasarkan perintah dari pengadilan. Justru kalau melakukan aksi sepihak seperti itu, mereka harus dituntut karena mengganggu ketertiban umum. Apalagi diketahui cucu dari ahli waris ternyata bersekolah di sana. (rhm)

source

Exit mobile version