Dekan FISIP Unismuh: Pelibatan Masyarakat dan Swasta Kunci Keberhasilan Program MBG

MAKASSAR, BKM — Sejak Senin, 8 Januari 2025, program Makan Bergizi Gratis (MBG) mulai dijalankan pada 190 titik yang tersebar di 26 provinsi. Termasuk di Kota Makassar dan daerah lain di Sulsel.

Pelaksanaan program ini menuai berbagai tanggapan. Termasuk dari pakar kebijakan publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Dr. Ihyani Malik.

Ihyani menilai, program tersebut layak diapresiasi, namun membutuhkan evaluasi dan penyesuaian agar implementasinya optimal di semua daerah.

Hal itu diungkapkan Ihyani di Kampus Unismuh Makassar, Selasa (7/1). Ia menyoroti berbagai tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan program unggulan Presiden Prabowo Subianto ini. Terutama terkait kesiapan infrastruktur dan anggaran.

Menurutnya, infrastruktur di banyak daerah, terutama di wilayah pelosok, belum memadai untuk mendukung distribusi bahan makanan secara merata. “Di daerah terpencil, tantangan pendistribusian bahan makanan menjadi sangat krusial,” ujar wanita yang kini menjabat Dekan FISIP Unismuh Makassar.

Selain itu, anggaran sebesar Rp10.000 per anak dianggap tidak cukup untuk menyediakan menu yang memenuhi standar gizi, terutama di daerah dengan harga bahan pokok yang tinggi. “Dengan Rp10.000, bagaimana kita bisa menyediakan nasi, lauk, sayur, buah, dan susu?” tanyanya.

Ketimpangan harga bahan pokok antarwilayah juga menjadi sorotan. Ia menyarankan subsidi silang sebagai solusi untuk membantu wilayah dengan biaya produksi lebih tinggi.

Di sisi lain, pemerintah daerah diminta mengambil peran lebih aktif dalam implementasi program, meskipun kesiapan mereka masih menjadi pertanyaan besar. “Tidak cukup hanya menjalankan instruksi pusat. Pemerintah daerah harus memastikan program ini berjalan dengan baik,” tegasnya.

Keberhasilan program ini, menurut Ihyani, sangat bergantung pada pengawasan ketat dan sinergi berbagai pihak. Pengawasan diperlukan untuk memastikan penggunaan anggaran yang optimal dan menu yang disajikan sesuai dengan standar gizi. “Program ini menggunakan uang negara, jadi harus ada mekanisme kontrol yang jelas,” tambahnya.

Ia juga menyoroti pentingnya evaluasi berkelanjutan untuk memperbaiki kekurangan yang muncul selama implementasi. Ihyani menilai, pelibatan masyarakat dan sektor swasta dapat menjadi kunci sukses program ini. “Di desa, masyarakat bisa mengelola penyajian makanan secara mandiri, mengurangi ketergantungan pada distribusi dari luar,” jelasnya.

Selain itu, sinergi dengan perguruan tinggi, media, dan komunitas lokal dianggap penting untuk mengawal pelaksanaan program ini. “Kolaborasi ini akan memastikan program berjalan dengan baik,” katanya.

Meski penuh tantangan, Ihyani mengapresiasi langkah pemerintah yang berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui program ini. “Ini adalah inisiatif baru yang patut diapresiasi. Kita tunggu hasilnya sambil terus mengawal pelaksanaannya,” tutupnya dengan optimis. (rls)

source

Leave a Reply