Debat tak Lagi di Jakarta

MAKASSAR, BKM — Pemilihan kepala daerah (pilkada) yang akan dilaksanakan serentak pada 27 November 2024 mendatang, saat ini memasuki proses pencocokan dan penelitian (coklit). Tahapan ini berlangsung 24 Juni hingga 24 Juli 2024 mendatang.
Untuk tahapan pendaftaran bakal calon, akan dilaksanakan 24-27 Agustus 2024. Sementara penetapan calon 24 September 2024. Pemilihan akan dilaksanakan 27 November mendatang.

Sebelum pemilihan, ada tahapan kampanye yang akan dilaksanakan Rabu, 25 September hingga Sabtu, 23 November 2024. Selama masa kampanye, KPU Sulsel menjadwalkan debat calon kepala daerah. Debat kali ini akan didesain berbeda dari debat pilkada sebelumnya.
Komisioner KPU Sulsel Hasruddin Husain mengatakan debat akan dirancang menggunakan teknis kedaerahan. Jika pada pilkada sebelumnya selalu dilakukan di Jakarta, maka pada tahun 2024 akan digelar di tiga kabupaten/kota. Yakni Bulukumba, Palopo, dan Parepare.

“Kalau dulunya kan selalu di luar, di Jakarta. Sementara untuk kali ini dilaksanakan di Sulsel. Kami desain tiga daerah yang betul-betul bisa menjadi representasi dari 24 kabupaten/kota yang kita potret. Masing-masing Bulukumba, Palopo dan Parepare yang merupakan titik tengah,” ujar Hasruddin pada kegiatan Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih Pilkada Serentak 2024, Senin, 8 Juli 2024 di Kafe Red Corner.
Kata Hasruddin, debat pilkada Sulsel 2024 dilakukan berbeda agar lebih efektif. Isu-isu strategis juga bisa dibahas secara menyeluruh dan detail dalam materi debat. Begitu pun untuk debat di pilkada kabupaten/kota. Akan dikembalikan ke daerahnya masing-masing.
Rencananya, debat se-Sulsel akan digelar selama 75 kali. Tiga kali untuk masing-masing 24 kabupaten/kota dan tiga kali untuk pilgub.
“24 kabupaten/kota ini harus debat di masing-masing kabupaten/kotanya. Nah, melalui pendekatan secara teknis kedaerahan, harapan kita semua debat yang dilakukan oleh 24 kabupaten/kota kalau toh misalnya desainnya tiga kali, jadi kabupaten/kota dua (kali), ditambah provinsi tiga kali berarti lima kali debat. Itu mampu menyasar semua isu-isu strategis dalam materi debat,” jelasnya.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, KPU Sulsel akan berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk jaminan keamanan. KPU juga menjamin soal lokasi debat yang bisa menampung massa. “Kalau masalah gedung saya yakin ada, tidak mungkin tidak ada,” ucapnya.
Sementara itu, komisioner KPU Sulsel Romi Harminto menerangkan, khusus untuk pelaksanaan coklit, progresnya sudah cukup menggembirakan yakni mencapai 95,25 persen. Hingga pukul 00.00 Wita malam, dari Minggu ke Senin (8/7), warga Sulsel yang sudah melakukan coklit sebanyak 6.372.118 orang. Bahkan di Sidrap sudah 100 persen warganya sudah terdata.
Dia mengatakan, secara nasional Sulsel menempati posisi ke lima tertinggi nasional. Proses coklit saat ini sudah berjalan 14 hari dan tersisa 16 hari ke depan.

“Target di Sulsel, hari Selasa tanggal 9 Juli sudah rampung semua. Kami akan koordinasi dengan teman-teman Bawaslu untuk mendiskusikan dan menindaklanjuti jika terdapat temuan dari Bawaslu,” jelas Romi.
Untuk menghindari data pemilih ganda dan yang bermasalah, maka mekanisme coklit dilakukan secara dejure dan by data. “Jadi satu contoh, ada warga meninggal, ada kuburannya tapi tidak ada surat keterangan meninggalnya, tidak bisa kami simpulkan tidak memenuhi syarat atau TMS kan. Walaupun kami lihat kuburannya tidak ada surat keterangan meninggalnya tidak bisa kami TMS kan. Karena tidak ada dokumen penunjangnya,” tambah Romi.

Di tempat yang sama, praktisi media Fachruddin Palapa mengatakan, relevansi antara media dengan pelaksanaan pilkada serentak sangat penting. Media harus bisa mengawal pilkada dengan prinsip netralitas. Khususnya dalam mengemas pemberitaan.
Apalagi, dalam bekerja banyak regulasi yang mengatur. Di mana media harus berdiri di semua golongan, termasuk dalam konteks pilkada.
Selain itu, kata Fachruddin, dalam organisasi profesi, kerja-kerja wartawan diatur oleh kode etik jurnalistik yang menekankan pentingnya netralitas. Hal itu diukur dalam dua indikator, yakni tidak berpihak dan menjadi bagian dalam kandidat tim sukses serta memberi porsi yang sama pada semua kandidat.
Sementara itu, dosen UIN Alauddin yang juga mantan Ketua Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Sulsel Andi Fadly mengingatkan pentingnya melakukan cek, ricek, dan kroscek dalam menulis setiap pemberitaan pilkada. Hindari membuat berita yang terindikasi hoaks karena bisa merusak demokrasi.
“Media jangan menjadi pemicu hoaks, karena bisa merusak demokrasi kita,” tandas Andi Fadly. (rhm)

source