Bulog Sulsel tak Terima Impor Beras

MAKASSAR, BKM — Pemerintah berencana untuk kembali melakukan impor beras. Langkah tersebut ditempuh karena jumlah produksi skala nasional selama enam bulan terakhir mengalami penurunan.
BPS mencatat, produksi beras Januari sampai Juli 2024 hanya 18,64 juta ton. Angka itu lebih rendah 2,64 juta ton dibandingkan pada periode sebelumnya.

Kepala Perum Bulog Wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Sulselbar) Ahmad Kholisun menegaskan, Sulsel dan Sulbar dipastikan kali ini tidak menerima impor beras. Tapi pihaknya ditugaskan untuk memfasilitasi beras impor itu untuk disalurkan ke wilayah Indonesia Timur.

“Kalau untuk stok, karena kita di Sulsel ini kan daerah yang diminta untuk menghubungkan atau menyuplai Indonesia wilayah timur. Jadi tidak hanya Sulsel saja, tapi di timur seperti Maluku dan Papua,” kata Ahmad, Rabu (12/6).

Jika nanti ada beras impor masuk itu tujuannya untuk mendukung Indonesia wilayah timur, lanjutnya, mungkin bongkar di Sulsel tetapi nanti dikirim ke wilayah timur. ”Kalau untuk Sulsel mungkin cukup. Cuma Sulsel itu tadi, ditunjuk sebagai tempat transit untuk menyuplai kebutuhan di Indonesia wilayah timur,” sambungnya.

Ahmad Kholisum pun membenarkan bahwa pemerintah akan melakukan impor beras tambahan sebanyak 3 juta ton. Nantinya, akan dilakukan penyaluran ke sejumlah daerah yang kekurangan stok beras.

“Kalau kita bicara seluruh Indonesia menurut perhitungan nasional, untuk 2024 perlu tambahan impor 3 juta ton seluruh Indonesia. Nantinya itu akan disuplai ke seluruh Indonesia dan akan dikeluarkan suatu waktu ketika dibutuhkan,” jelasnya.

Kuota beras impor untuk Maluku dan Papua, kata dia, belum dapat dipastikan. Karena jumlah pembagiannya tergantung dari pemerintah pusat. Kemudian sesuai dengan data kebutuhan dari masing-masing daerah.

“Jumlah stok impor di daerah kita tergantung pusat. Karena kalau Sulsel sendiri kan cukup, nanti pusat akan mendestinasikan beras impor di pelabuhan Makassar ini untuk wilayah Indonesia Timur. Nanti kita sebagai transit. Ditampung di Makassar untuk disalurkan,” ucapnya.

Pengamat Ekonomi dan Keuangan Unismuh Makassar Sutardjo Tui mengatakan, impor beras yang dilakukan pemerintah menandakan permintaan dalam negeri tak sesuai dengan kebutuhan.

“Harga itu ditentukan oleh permintaan dan penawaran. Makin banyak permintaan makin mahal harga suatu barang, apabila tidak diimbangi oleh penawaran. Demikian pula sebaliknya, makin banyak penawaran makin murah harga suatu barang. Apabila produksi beras menurun yang diikuti oleh permintaan tetap atau meningkat, berarti harga akan naik,” jelas Sutardjo, Rabu (12/6).

Dia mengatakan bahwa impor beras sudah pasti akan menyebabkan lonjakan harga di pasaran. Karena berbeda hitungannya beras dalam negeri dan beras impor.

“Mengantisipasi kekurangan produksi mungkin saja pemerintah akan melakukan impor beras. Kalau mau impor saat ini dengan nilai dollar 16.300 akan berakibat harga tetap mahal,” terangnya.

Kendati begitu, dia mempertanyakan alasan pemerintah melakukan impor beras. Hal itu harus ditelusuri karena Indonesia, apalagi khusus Sulsel sebagai lumbung pangan.

“Kecuali tidak melakukan impor dengan menggunakan cadangan stock beras yang ada, atau diversifikasi pangan, dan perlu dicek kembali apakah benar produksi gabah/beras menurun,” bebernya.

Sedangkan beberapa waktu lalu kata dia, Indonesia menjadi salah satu negara yang ekspor jagung ke Filipina. Itu menandakan bahwa kondisi alam tidak dapat dijadikan sebagai alasan minim produksi.

“Karena bulan lalu Indonesia mengekspor jagung ke Filipina, jagung untuk berapa daerah dapat dirubah menjadi beras jagung namanya sebagai pengganti beras,” ujarnya.

Kendati begitu, akademisi Unismuh ini mengatakan bahwa impor beras ini tidak berpengaruh terhadap komoditi lain. Karena upaya tersebut dilakukan untuk memastikan ketersediaan.
Akan tetapi, lanjut dia, kebijakan itu berefek terhadap cadangan devisa dan penguatan nilai dolar atas rupiah.

“Impor beras apabila dilakukan karena untuk menutupi cadangan stok nasional tidak mempengaruhi komoditas lain, tapi berpengaruh pada cadangan devisa dan penguatan nilai dollar terhadap nilai rupiah,” pungkasnya. (jun)

source