Bawaslu Larang Mutasi, Danny: Apa Urusannya?

MAKASSAR, BKM – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Selatan mengeluarkan imbauan kepada seluruh kepala daerah, termasuk Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto, agar tidak melakukan pergantian pejabat usai pelaksanaan pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota serentak tahun 2024.
Dalam surat bernomor 1072/HK.03.04/K.SN/11/2024, Bawaslu menegaskan bahwa larangan ini berlaku enam bulan sebelum penetapan pasangan calon hingga akhir masa jabatan. Pergantian pejabat hanya dapat dilakukan dengan persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Dalam hal terjadi kekosongan jabatan, maka gubernur, bupati, dan wali kota menunjuk pejabat pelaksana tugas. Yang dimaksud dengan “penggantian” adalah hanya dibatasi untuk mutasi dalam jabatan.

Surat yang ditandatangani Ketua Bawaslu Sulsel Mardiana Rusli, menekankan bahwa aturan ini merujuk pada Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020, yang mengatur sanksi pidana bagi pejabat yang melanggar ketentuan ini. Pelanggaran terhadap aturan tersebut dapat dikenakan pidana penjara hingga enam bulan dan denda maksimal Rp6 juta.
Bawaslu Sulsel berharap imbauan ini dipatuhi demi menjaga integritas dan demokrasi dalam penyelenggaraan pilkada serentak 2024 di wilayah Sulawesi Selatan.
Menanggapi surat Bawaslu Sulsel, Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto mempertanyakan surat yang dilayangkan Bawaslu Sulsel tersebut. “Baru kali ini ada Bawaslu yang bersurat seperti ini ke kepala daerah. Itu bukan kewenangan Bawaslu,” ungkap Danny saat dikonfirmasi, Jumat (29/11) di kediaman pribadinya, Jalan Amirullah.
Dia melanjutkan, kapasitas Bawaslu hanya mengawasi dan menindaklanjuti laporan laporan pelanggaran pilkada. “Contohnya, soal netralitas 10 lurah di Makassar yang dipertanyakan. Harusnya berikan dukungan kepada kami untuk menelusuri itu,” tambah Danny.

Dia mencurigai Bawaslu melayangkan surat itu karena ada tekanan dari seseorang. “Ini mengungkap bahwa Bawaslu bisa terindikasi kepentingan tertentu. Ada apa? Apa urusannya dengan mutasi. Kenapa dia harus melarang, itu sudah ada aturannya. Kalau memang Kemendagri menyetujui, pasti (mutasi) saya lakukan,” tambahnya.
Harusnya, lanjut Danny, pemerintah pusat yang keluarkan surat imbauan untuk tidak melakukan mutasi. “Kelihatannya kok panik kalau saya mau ganti-ganti. Kalau saya punya izin, mau apa?” cetus Danny.

Komisioner Bawaslu Sulsel Saiful Jihad mengemukakan bila imbauan itu untuk menaati aturan. ”Di UU ada larangannya. Kami di Bawaslu memberi imbauan agar taat pada aturan yang diatur dalam UU Pemilihan,” ujarnya, kemarin.

Ia menyebut, pada pasal 71 ayat (2) berbunyi: Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri.
Pasal 71 ayat (2), yang berbunyi: Dalam hal terjadi kekosongan jabatan, maka Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menunjuk pejabat pelaksana tugas. Yang dimaksud dengan “penggantian” adalah hanya dibatasi untuk mutasi dalam jabatan.

Sementara pasal 190 berbunyi: Pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) atau Pasal 162 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu bulan atau paling lama enam bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000 atau paling banyak Rp6.000.000. “Ini norma larangannya,” kata Saiful Jihad. (rhm-rif)

source

Leave a Reply