Site icon ROVINDO

Andi Aisyah Azzahra, Mahasiswi Kedokteran-Owner Miny Shop

MAKASSAR,BKM.COM–Memulai bisnis kecil-kecilan sejak usia dini kadang jarang yang mau melakoninya. Malu ketika diledek menjadi salah satu penyebabnya. Tapi, Andi Aisyah Azzahra tak menemukan praktik perundungan (bulliying) seperti itu. Di umur 12 tahun ia sudah berjualan.

DUNIA bisnis telah akrab dengan Ica –sapaan akrabnya– ketika masih duduk di bangku kelas I SMP. Awalnya jualan hijab dan minuman kekinian. Kemudian berkembang hingga memiliki brand hijab sendiri yang diberi nama Aisyah Hijabi. Bahkan menjajal usaha yang diberi nama Minyshop.

Tak hanya itu, dunia entertaint juga dijajakinya. Berkuliah di Fakultas Kedokteran juga dilakoninya di waktu yang hampir bersamaan. Termasuk menggelola sanggar tari.
Hadir menjadi tamu siniar untuk kanal Youtube Berita Kota Makassar, Ica mengaku saat ini bergabung dalam sebuah produksi film di Makassar. Dari kelas I SMA ia memang sudah masuk ke dunia entertaint.

Ditanya kenapa sampai punya pemikiran untuk buka usaha walau di usia yang masih belia, Ica beralasan lebih pada kenyamanan. ”Saya kan tipikan orang yang suka beli apa-apa, tapi tidak mau uangnya dari orangtua terus. Di situ kemudian saya berpikir, kalau ada uang dikasih dari orangtua itu bagusnya diapakan,” ungkap Ica.

Akhirnya, uang yang didapat Ica kemudian ditabung. Setelah terkumpul dijadikan modal untuk beli bahan jualan.

”Waktu masuk SMK saya kan jurusan busana atau desainer, jadi tahu menjahit. Dari uang yang terkumpul saya pakai beli bahan, seperti kain dan mesin. Kemudian jahit sendiri dan buat hijab pakai brand sendiri,” terang Ica.

Apa yang dilakukan oleh Ica sempat membuat kaget orangtua, terutama ibunya. Apalagi ia mampu membeli bahan untuk memulai usahanya.
Ica mengakui, ketika berjualan saat di bangku SMP Negeri 5 Pallangga, Gowa, teman-temannya sangat mendukung. Mereka bahkan membantunya berjualan. Tidak ada yang meledek.

Setelah di dunia usaha, Ica mencoba bergabung di sebuah sanggar. Ia mengaku suka menari dan terbiasa dipanggil untuk tampil di berbagai event. Honor biasanya dia peroleh antara Rp100 ribu hingga Rp200 ribu per sekali tampil. Terkadang pula dapat saweran yang besarannya bervariasi, antara Rp300 ribu hingga Rp400 ribu.

Honor yang didapat itu tak dibelanjakan oleh Ica. Ia menyimpannya. Sekali lagi, ketika tabungannya terkumpul banyak, ia lalu membeli kain dan alat-alat musik. Akhirnya terbentuklah Sanggar Salewangang Art dan Je’netalllasa Production.

”Saya memang suka menari dari kecil. Ibu mendukung sampai sekarang. Bahkan nama sanggar atas nama rekomendasi dari ibu,” ungkap Ica.
Di sanggarnya, Ica tidak mengajak orang lain bergabung menjadi peserta untuk dilatih.
Setiap ada job ia baru memanggil orang yang memang biasa menari untuk tampil bersama-sama.

”Jadi kami tidak punya anggota sanggar. Biasanya yang dipanggil orang yang dikenal,” tuturnya.

Tak berhenti sampai di sanggar, Ica juga ternyata seorang model. Sejumlah ajang pementasan modeling pernah ia jajaki.

Semua itu dilakukannya agar dirinya tidak membebani orangtua. ”Perasaan bahagia sekali punya penghasilan sendiri. Lebih bahagia lagi kalau pada saat mau beli sesuatu langsung bisa, karena sudah uangnya,” tandas Ica. (*/rus)

source

Exit mobile version