MAKASSAR, BKM — Ancaman para hakim untuk menggelar aksi mogok kerja akhirnya dibuktikan. Sebanyak 48 hakim di Pengadilan Negeri di Kota Makassar tak lagi menggelar sidang mulai Senin (7/10).
Aksi ini menjadi bagian dari gerakan cuti massal yang dilakukan hakim seluruh Indonesia. Akibatnya, sejumlah jadwal sidang terpaksa ditunda.
Suasana di gedung pencari keadilan yang berlokasi di Jalan Kartini itu tampak sepi, kemarin. Ruang sidang yang biasanya tampak selalu ramai sejak pukul 08.00 pagi, kini terlihat kosong dan tertutup. Tak ada aktivitas di ruang sidang.
Padahal sejumlah perkara mesti disidangkan hari ini. Diantaranya adalah kasus tindak pidana korupsi di Dinas Koperasi dan UMKM Pemprov Sulsel.
Para pihak yang berperkara juga terpaksa pulang.
Meski begitu, pelayanan di ruang administrasi tetap jalan.
“Pelayanan tetap jalan. Hanya persidangan yang ditunda,” kata Humas PN Makassar Sibali yang dikonfirmasi, kemarin.
Di Pengadilan Negeri Makassar, ada 48 hakim yang sepakat ikut gerakan cuti massal seperti yang dilakukan hakim di seluruh Indonesia. Aksi ini sebagai bentuk tuntutan akan kesejahteraan profesi “Yang Mulia”.
Mereka yang tergabung dalam Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) PN Makassar itu menuntut kesejahteraan yang layak. Mereka menilai tekanan ekonomi dapat memengaruhi integritas hakim dalam memutus perkara. Olehnya, negara mesti meningkatkan kesejahteraan hakim.
Ada enam point penting yang menjadi tuntutan para hakim. Pertama, memperjuangkan kesejahteraan hakim.
Mendorong pengakuan dan pemenuhan kesejahteraan yang layak bagi para hakim di seluruh Indonesia.
Kedua, mengembalikan wibawa dan martabat profesi hakim
. Menjaga agar profesi hakim dihargai sesuai tanggung jawab dan pengabdiannya.
Ketiga, meningkatkan independensi hakim
. Mengurangi tekanan ekonomi yang dapat mempengaruhi integritas dan kemandirian dalam memutus perkara.
Empat, meningkatkan kesadaran publik dan pihak berwenang
. Mengajak masyarakat dan pihak berwenang untuk memahami pentingnya peran hakim dalam penegakan hukum dan keadilan.
Lima, menjaga kualitas penegakan hukum
. Meningkatkan kesejahteraan hakim demi memastikan kualitas penegak hukum yang bermartabat dan adil.
Enam, membangun solidaritas kesatuan hakim Menyatukan para hakim dalam satu suara untuk memperjuangkan hak dan kesejahteraan bersama.
Johnicol Richard Frans Sine selaku koordinator aksi Solidaritas Hakim Indonesia Cabang Makassar ini, menyampaikan bahwa pelayanan publik di PN Makassar tetap berjalan seperti biasa, meskipun aksi mogok digelar.
“Kami tidak abai dalam pemenuhan hak warga negara sebagai pengguna dan pencari keadilan. Pelayanan publik tetap menjadi prioritas kami sebagai aparatur negara,” ujarnya.
Johnicol yang juga hakim madya muda serta koordinator Humas PN Makassar , menyampaikan bahwa aksi yang dilakukan para hakim merupakan wujud dari keprihatinan tentang ketidakberpihakan pemerintah terhadap kesejahteraan dan keselamatan para hakim, sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD pasal 24 tentang kewenangan hakim.
”Itu perintah undangan-undang yang tidak dilaksanakan pemerintah, bahwasanya sejak 2012 terkait keluarnya PP Nomor 94 tahun 2012 maka kami berpandangan bahwa sudah saatnya untuk kita bergerak,” jelasnya.
Lebih lanjut disampaikan bahwa pada tahun 2018 Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan tentang uji materiil terhadap PP No. 94 tahun 2012 yang memerintahkan kepada Kementerian Keuangan untuk segera meninjau kembali bahwa beleid tersebut sudah tidak relevan lagi dengan situasi terkini.
“Sudah enam tahun kami menunggu tapi tidak juga terealisasi. Ternyata pemerintah tidak mematuhi apa yang menjadi perintah lewat uji materiil tersebut,” tandasnya.
Johnicol juga menekankan pentingnya keputusan pengadilan yang diabaikan oleh pemerintah sejak 2018. “Aksi ini merupakan bentuk dukungan kami untuk para hakim di seluruh Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, yang tergabung dalam Solidaritas Hakim Indonesia. Kami di Makassar tidak tinggal diam. Kami turun ke jalan untuk mempertahankan martabat hakim, karena martabat hukum terjaga jika hakimnya juga terhormat,” tegas Johnicol.
Untuk itu, Johnicol menyampaikan harapannya kepada presiden terpilih Prabowo Subianto, agar memberikan perhatian lebih kepada kesejahteraan dan keamanan hakim.
“Kami yakin dan percaya bahwa Bapak Prabowo selaku presiden RI akan memberikan atensi dan perhatian yang sungguh dan serius untuk kesejahteraan dan keamanan para hakim,” imbuhnya.
Menurutnya, hakim merupakan benteng terakhir dalam menjaga keadilan dan fungsi kekuasaan kehakiman yang harus dijaga dengan serius.
“Karena hakim merupakan benteng keadilan yang terakhir dalam mempertahankan fungsi kekuasaan kehakiman ini yang harus kita jaga, dan tegakkan, muliakan dan luruskan. Apalah artinya misalnya ada pemerataan ekonomi investor takut berdatangan kalau tidak kepastian hukum,” tuturnya.
Dalam aksi damai yang digelar oleh para hakim, terdapat beberapa hal yang menjadi atensi. Para hakim meminta kepad negara, dalam hal ini pemerintah untuk melakukan peneguhan hak terhadap para hakim atas kesejahteraan dan perumahan dengan memberlakukan revisi terhadap PP no.94 tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim.
Mereka juga mendorong pemerintah dan DPR RI untuk memberikan pemenuhan hak atas fasilitas yang layak bagi hakim, khususnya mereka yang ditempatkan di daerah terpencil untuk memperoleh hak akan perumahan, transportasi, kesehatan, serta keamanan.
Ditanya tentang tidak lanjut dari aksi yang dilakukan ini, Johnicol menyampaikan bahwa pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada Solidaritas Hakim Indonesia di Jakarta, yang mengupayakan audiensi dengan Kementerian Keuangan, Menteri Hukum dan HAM, serta Sekretariat Negara.
”Untuk mendukung hal itu, kami di Pengadilan Negeri Makassar yang tergabung dalam Ikatan Hakim Indonesia melakukan seruan aksi sebagai bentuk solidaritas,” tandasnya.
Meski para hakim menggelar aksi solidaritas, Johnicol menyampaikan bahwa para hakim di PN Makassar tetap akan berkantor seperti biasa. Hanya saja mereka tidak menggelar persidangan. “Hak-hak publik tetap berjalan seperti biasa,” imbuhnya. (yus-jun)