MAKASSAR, BKM — Sidang kasus dugaan korupsi pembebasan lahan industri sampah Makassar menjadi energi listrik dengan total kerugian negara sebesar Rp45 miliar kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Kamis (16/5). Agenda sidang kali ini adalah pemeriksaan terdakwa, yang salah satunya adalah Sabri, mantan Kepala Bagian Tata Pemerintahan Pemkot Makassar.
Dalam keterangannya saat pihak JPU mempertanyakan mengenai pola pembayaran, Sabri mengatakan bahwa proses pembayaran terkait lahan yang menjadi objek perkara dilakukan secara tunai. “Pembayaran dilakukan secara tunai,” ujarnya.
Adapun nominal disebutkannya berjumlah Rp600.000 per meter sebagai harga yang telah disepakati. Ketika ditanya soal pemotongan dengan nominal Rp200.000 hingga Rp300.000 per meter, Sabri membantahnya. Ia berdalih tidak melakukan pemotongan terhadap harga yang telah disepakati.
Sabri didakwa dalam proses pembebasan lahan industri sampah menjadi energi listrik di Tamalanrea pada tahun 2012, 2013, dan 2014. Ia disebutkan melakukan pembebasan tanpa dokumen memadai dengan tidak melibatkan panitia pembebasan tanah.
Dalam sidang kali ini Sabri diperiksa bersama dua terdakwa lainnya, yakni Iskandar Lewa dan Muh Yarman.
Sebelumnya, Soraya yang merupkan Kasubsi Penyidikan Kejari Makassar menjelaskan bahwa pelepasan lahan memang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang, sehingga yang terjadi ketidaksesuaian prosedur dalam perkara tersebut. Dikatakan, meski lahan tersebut adalah aset kota tapi tetap harus tetap dipertanggung jawabkan, karena pengadaan lahan tersebut menimbulkan kerugian terhadap negara.
Ia juga menerangkan bahwa keterangan dari para ahli yang sudah dihadirkan, yang salah satunya dari Kementerian ATR menjelaskan tentang prosedur pengadaan lahan yang harus melibatkan tim penilai di dalamnya. Soraya juga mengonfirmasi bahwa sedari awal proses perkara Tipikor lahan sampah ini memang tidak melibatkan pihak BPN (Badan Pertanahan Nasional) karena berdasar pada keterangan ahli sebelumnya.
Hal itu diamini Kasi Intel Kejari Makassar Andi Alam. Ia menjelaskan bahwa selain kegiatan pembebasan lahan tidak melibatkan BPN, juga tidak dilakukan verifikasi terlebih dahulu terkait kepemilikan lahan. Bahkan ada beberapa dokumen, yang menurut saksi, tanda tangannya dipalsukan.
Kasus ini mencuat pada tahun 2012. Pemkot Makassar melalui Sekretariat Kota (Sekkot) Makassar, yakni Bagian Tata Pemerintahan memiliki anggaran yang bersumber dari APBD untuk pengadaan tanah sarana umum untuk tempat pembuangan akhir sampah. Pengadaan tanah tersebut nantinya akan digunakan untuk pembangunan industri pengolahan sampah di Kelurahan Tamalanrea Jaya. Namun dalam proses pembebasan lahan oleh Pemkot Makassar tahun 2012 hingga 2014, para terdakwa melakukannya tanpa dokumen perencanaan serta tanpa penetapan lokasi. (yus)