Akademisi Ragukan Integritas Pemilu

MAKASSAR, BKM — Kontestasi pemilu kian mendekati puncaknya pada tanggal 14 Februari. Berbagai macam asumsi timbul di tengah masyarakat. Karena itu sangat penting memberikan pemahaman tentang literasi politik sebagai wadah pengembangan pemahaman masyarakat terkait kontestasi pemilihan yang akan dilaksanakan.

Sadar akan pentingnya literasi politik seiring dengan akan dilaksanakannya pemilu nantinya, Harian Fajar menggelar diskusi politik dengan tema; Kejahatan Pemilu dan Integritas Penyelenggara. Empat orang menjadi narasumber diskusi yang dilaksanakan di Lantai IV Graha Pena, Kamis (1/2). Masing-masing Kabag Hukum dan SDM KPU Sulsel Rahmansyah, Koordinator Divisi Hukum, Pendidikan dan Pelatihan Bawaslu Andarias Duma, akademisi Unhas Dr Hasrullah, akademisi UNM Dr Basri Tetteng, dengan moderator Arman Sewang yang juga Direktur Litbang Fajar.
Rahmansyah dalam pemaparannya, menyampaikan bahwa KPU Sulsel sangat siap untuk penyelenggaraan pemilu. Sebagai bentuk upaya dalam mencegah potensi terjadinya kecurangan, KPU banyak melibatkan anak muda dalam penyelenggaraan pemilu. ”Hal itu dikarenakan mayoritas anak muda memiliki karakteristik yang sulit diintervensi,” ujarnya.

Selain melibatkan anak-anak muda sebagai upaya menekan potensi terjadi kecurangan, Rahmansyah juga menyampaikan digitalisasi sistem di KPU membuat transparansi penyelenggaraan pemilu semakin menguat. Dengan model seperti itu semua hal dapat diakses dengan mudah.
Koordiv Hukum, Pendidikan dan Pelatihan Bawaslu Sulsel Andarias Duma menegaskan komitmen Bawaslu dalam menjaga integritas penyelenggara pemilu. Menurutnya, pelanggaran pemilu kali ini ini cenderung menurun jika dibandingkan dengan 2019.
Ia juga menyampaikan tentang kepastian hukum apabila syarat formil dan materil terpenuhi terhadap sebuah indikasi pelanggaran. Ia kemudian mengedukasi mereka yang hadir dengan menyampaikan bahwa jenis pelanggaran terbagi tiga, yakni administrasi, etik, dan sengketa. Menurutnya, pembentukan pengawas di setiap TPS menjadi bentuk komitmen dalam menjaga integritas pemilu.
Kontras dengan pembicara sebelumnya, akademisi UNM Dr Basri Tetteng meragukan integritas pemilu kali ini. Dia mengungkapkan bahwa indikator keraguannya itu adalah seiring dengan statement cawe-cawe yang pernah disampaikan oleh Presiden Jokowi. ”Faktanya bahwa kecurangan selalu terjadi dalam setiap pemilu,” tandasnya.

Menurutnya, sangat mungkin terjadi kecurangan yang terkonsolidasi. Ia mengutip pernyataan pakar hukum tata negara Ferry Amsari yang mengkritisi pemekaran provinsi di Papua yang dicurigai sebagai upaya politis.
Untuk itu, selaku akademisi dia sangat berharap terciptanya pemilu yang jujur dan adil. Tak lupa dirinya mengingatkan siapa saja yang berniat curang akan berhadapan dengan masyarakat itu sendiri.
Akademisi Unhas Dr Hasrullah mengingatkan pentingnya netralitas penyelenggara negara. ”Jangan sampai wasit jadi pemain,” begitu ujarnya.
Ia juga menyampaikan pentingnya nilai-nilai etis yang harus dijunjung tinggi oleh setiap politisi sekaligus pejabat publik.
Ditemui usai diskusi, Ketua Partai Demokrat Kota Makassar Adi Rasyid Ali mengapresiasi kegiatan ini. Menurutnya, dialog politik seperti ini sangat penting guna memberikan pendidikan politik kepada seluruh elemen masyarakat. Ia pun mendorong setiap orang yang mempunyai gagasan untuk masuk dalam politik. “Kalau kita ingin mengubah sesuatu maka kita harus masuk di dalamnya,” katanya.

Selaku politisi yang kerap kali berjumpa dengan masyarakat, ia memaparkan fenomena yang mendorongnya memberikan pemahaman politik kepada mereka. Ia menyebut, pemilih itu ada tiga jenis, yakni pemilih otak, pemilih hati, dan pemilih perut.
Selaku politisi, ARA –sapaan akrabnya– sangat mendorong agar politisi turut terlibat dalam memberikan pemahaman politik. Sebab seorang politisi punya tanggung jawab moril dalam memberikan kesadaran pada masyarakat agar tidak termakan dengan narasi-narasi money politics.
Fenomena money politics ini kerap kali menjadi momok bagi masyarakat. Karena ”pemilih perut” paling mendominasi dalam kontestasi demokrasi kita.
Dengan mendominasinya anak-anak muda dalam menentukan pilihan, dia berharap agar mereka tidak pergi dari politik. “Anak muda harus turun dalam gelanggang politik. Karena kalau orang baik tidak masuk dalam politik, maka orang-orang jahat yang akan masuk ke dalamnya,” tandasnya. (yus/b)

source