Job Fair Sepi Peminat, Bujuk LO untuk Daftar
axel wiryanto
Monday, 22 January 2024 11:10 am
dibaca 112 kali

MALASSAR,BKM.COM–Sebuah kesuksesan tak diraih begitu saja. Butuh perjuangan untuk menaklukkan tantangan. Apalagi usaha yang dirintis masih tergolong baru dan belum ada peminatnya.

Seperti itulah yang dialami Leontinus Alphan Edison.

SAAT ini Leon –sapaan akrab Leontinus– menjabat sebagai Co Founder Tokopedia, sebuah perdagangan elektronik (e-commerce) terkenal di tanah air. Ia hadir menjadi tamu siniar untuk kanal Youtube Berita Kota Makassar.
Ia berkisah, dirinya lahir di Pontianak. SD dan SMA ditamatkan di kampung halamannya itu.

Demi mendapatkan pendidikan yang lebih baik lagi, Leon kemudian melanjutkan kuliah di kampus Atmajaya, Yogyakarta dan mengambil jurusan Teknik Informatika.
Setelah lulus kuliah, dia mendapatkan pekerjaan pertamanya di Jakarta. Di tempat inilah Leon dipetemukan dengan William, yang kemudian menjadi partnernya. Dari sering mengobrol dan bertemu akhirnya tercetus keinginan membuat sebuah platform e-coomerce yang menjadi cikal bakal lahirnya Tokopedia.
Sejak tahun 2007 Leon dan William intens melakukan brandstorming. Hal itu didasarkan pada kenyataan bahwa mereka berasal dari kota kecil.
”Saya dari Pontianak, dan William Pematang Siantar. Kami dari kota kecil, terkagum-kagum dengan apa yang terjadi di kota besar. Di kota kecil kesempatannya terbatas. Kebanyakan berusahanya itu levelnya UMKM atau toko kelontong. Jauh berbeda dengan yang ada di kota besar. Dengan skill yang dimiliki dan tentunya dibarengi dengan kerja keras, bisa berkarir dan mendapatkan penghasilan yang baik,” ungkap Leon.
Memiliki kesempatan yang tidak sama, baik pelaku usaha maupun konsumen seperti itulah yang kemudian menjadi latar belakang lahirnya Tokopedia. Visinya adalah membangun sebuah ekosistem, di mana semua bisa memulai bisnis dan semua orang bisa mendapatkan apa saja. ”Peningkatan ekonomi melalui teknologi,” ujarnya.
Tentu tidak mudah membangun e-commerce ini. Leon menyebut, tantangan yang pertama dihadapi adalah permodalan. Sebab waktu itu belum banyak orang yang percaya bahwa software engineer di Indonesia bisa menciptakan produk yang baik.
”Sepengetahuan saya, ketika itu untuk kondisi bisnis teknologi, kebanyakan bisnisman Indonesia menjadi bagian dari e-commerce luar negeri. Sofware enggineer yang bekerja sama dengan mereka kebanyakan memahami permasalahannya di mana, akan merekomendasikan produknya apa. Biasanya ketika sudah dibeli kemudian membantu start up. Berbeda yang dilakukan Tokopedia. Menciptakan produk dan layanan menggunakan teknologi,” terangnya.
Selain itu, lanjut Leon, tidak banyak orang yang mau berinvestasi kepada perusahaan teknologi yang menciptakan sesuatu.
Tantangan berikutnya adalah membangun tim. Menurut Leon, ketika itu belum ada kisah sukses perusahaan teknologi di Indonesia. Tokopedia dan segelintir e-commerce lainnya yang menjadi pencetus, tak banyak diminati pencari kerja.
”Ketika kita mau mempekerjakan orang, kita hiring di kampus di berbagai tempat, peminatnya sangat sedikit. Karena kebanyakan orang mau bekerja di perusahaan yang lebih besar, misalnya perbankan,” jelas Leon.
Ia lalu mengisahkan pengalamannya ketika menggelar job fair. Ketika itu pihaknya sudah menyewa posisi booth di tengah-tengah dan utama, namun paling sedikit pengunjungnya. LO (Liaison Officer) penyelenggara kemudian membantu dengan menyebar brosur di kampus, dengan harapan akan banyak calon pendaftar yang datang. Ternyata tetap masih sepi.
”Saking sepinya, saya punya banyak kesempatan berbicara dengan LOnya. Saya ceritakan ke dia tentang Tokopedia, visinya seperti apa. Saya bilang ke dia, nanti kalau sudah selesai skripsi langsung kerja di Tokopedia, ya. Kebetulan waktu itu dia memang sudah mau selesai kuliah,” terang Leon.
Ajakan itu ternyata direspons. Begitu selesai kuliah dan meriah sarjana, dia langsung mendaftar dan diterima. Leon mengakui ide-idenya yang cukup bagus hingga menduduki posisi khusus. Namun, setelah berkeluarga dan punya anak, salah satu karyawati senior Tokopedia itu kemudian memilih untuk berhenti.
Selain permodalan dan kurangnya peminat yang mau bekerja di Tokopedia, permasalahan lain yang dihadapi adalah meski Leon dan William sama-sama kuliah di jurusan informatika, namun mereka belum punya pengalaman pernah bekerja di perusahaan teknologi kelas dunia. Akibatnya, keduanya tidak punya pengalaman membangun sistem yang dikunjungi ratusan bahkan jutaan. ”Masalah teknik ini menjadi tantangan berat,” imbuhnya.
Menghadapi permasalahan itu untuk bisa menjadikan Tokopedia seperti sekarang, Leon menyebut kiatnya tergolong klies. Meski begitu, hal tersebut bisa menjadi pegangan. Yakni visi misi, nilai, serta prinsip-prinsip prinsip dalam menjalankan organisasi. ”Fokus kepada customer. Kepedulian harus betul-betul ke konsumen,” ujarnya.
Leon mengaku, ia dan William pernah punya pengalaman kurang enak ketika membeli laptop. Waktu itu ia mendapatkan informasi tentang produk tersebut bahwa bila ada masalah akan berlaku return tanpa biaya dan diberikan yang baru. ”Jadi kami cukup yakin bahwa brand ini begitu peduli dengan pelanggan,” katanya.
Hanya saja, ketika terjadi masalah pada laptop William, saat hendak return diperoleh masalah. Dipingpong kiri kanan. ”Dari situ kemudian kami berkomitmen bahwa nanti di Tokopedia tidak boleh seperti itu,” tandasnya. (*/rus)

source