Saiful: Sulsel Peringkat Keempat Isu Netralitas di Tingkat Provinsi

MAKASSAR, BKM — Koordinator Divisi Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat (Parmas) Bawaslu Sulsel, Saiful Jihad, memperingatkan tentang potensi pelanggaran netralitas ASN di Pemilu 2024, khususnya di Sulawesi Selatan. Indeks kerawanan Pemilu di provinsi ini menempatkannya sebagai yang keempat paling rawan di Indonesia, terutama terkait netralitas ASN.
Saiful Jihad menyoroti isu netralitas yang menjadi perhatian, sebagaimana diungkapkan dalam Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang dirilis oleh Bawaslu RI.

“Sulsel menduduki peringkat keempat dalam isu netralitas di tingkat provinsi, dan di tingkat kabupaten/kota, isu ini dianggap paling rawan di 347 kabupaten/kota. Pelanggaran netralitas merupakan fokus utama, mengingat ASN memiliki larangan partisipasi aktif dan pasif dalam kampanye sesuai dengan PKPU Nomor 15/2023,” ujar Saiful, Senin (15/1).
Bawaslu Sulsel memandang ini sebagai tantangan yang membutuhkan pengawasan ketat, terutama mengingat kasus-kasus pelanggaran netralitas di Pemilu 2019 dan Pilkada Makassar 2020. Saiful Jihad menjelaskan bahwa temuan potensi pelanggaran netralitas telah ditemukan di hampir 24 kabupaten/kota di Sulsel, termasuk kasus oknum Camat di Enrekang dan lima ASN yang melanggar netralitas dalam kampanye media sosial. Kendati Undang-undang Nomor 5/2014 dan pasal 280 ayat 2 Undang-undang nomor 7/2017 telah menetapkan larangan bagi ASN terkait netralitas, terbitnya PP Nomor 94/2021 memberikan dukungan lebih lanjut dalam penegakan netralitas.

PP ini mengatur larangan lebih rinci terhadap PNS, termasuk ASN, yang terlibat dalam kampanye atau memberikan dukungan kepada calon. Pelanggaran netralitas dapat dikenakan sanksi pidana kurungan dan denda, seiring dengan pembebasan dari jabatan atau penurunan jabatan selama 12 bulan. Saiful Jihad memandang perlu ada evaluasi bersama dan keterlibatan semua pihak, tidak hanya Bawaslu, untuk menjaga netralitas selama Pemilu. Kendala juga muncul dari kekosongan dalam Undang-undang Pemilu, yang dimanfaatkan oleh kontestan untuk mencapai tujuannya.
Salah satu contohnya adalah larangan bagi kepala desa dan perangkat desa terlibat dalam kampanye, yang memiliki celah dalam kasus tertentu.
Saiful Jihad berharap pelaksanaan Pemilu dapat berjalan dengan netral dan adil, serta menekankan pentingnya penegakan aturan untuk mencegah pelanggaran netralitas ASN.

Sebelumnya, Pj Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin, menjelaskan ASN memiliki hak politik untuk memilih pasangan calon (Paslon), Bahkan dalam UU Pemilu, seorang ASN disebutnya bisa hadir di momen kampanye.
“ASN punya hak politik boleh mencoblos. Bahkan di UU Pemilu boleh menghadiri kampanye, tapi tidak boleh gunakan atribut dan tidak boleh artikulasikan,” jelas Pj Gubernur Bahtiar, Sabtu (13/1) lalu.
Artikulasi dimaksudkan terkait gerak-gerik ASN atau melalui simbol tertentu.
Disisi lain, ASN juga terikat dengan aturan terkait netralitas. Sehingga ASN menurutnya harus lebih paham menempatkan posisi.
“Disisi lain hukumnya bilang harus netral. Ini harus diketahui kawan kawan, kapan sebagai pribadi, kapan sebagai penyelenggara negara,” jelasnya. Pj Gubernur Bahtiar mengaku ASN harus lebih bijak memahami aturan netralitas. Dirinya tak ingin karir ASN lepas akibat kontestasi pemilu. “Cinta dalam hati saja, tidak boleh diungkapkan bahkan di artikulasikan secara simbolik maupun gesture. Jadi hati- hati masa karena pemilu karirmu jatuh,” ungkap Bahtiar. (jun/rif)

source