MAROS, BKM — Sejak resmi dilakukan pengembangan pada awal tahun 2019, hingga jelang berakhirnya tahun 2023, proyek pengembangan Bandara Sultan Hasanuddin International Airport Makassar (SHIAM) di Kabupaten Maros, belum juga tuntas. Proyek tersebut menelan anggaran sebesar Rp2,6 triliun.
Padahal,pada perencanaan awal proyek itu ditargetkan rampung pada Mei 2021 lalu. Namun proses pembangunannya tertunda diakibatkan kesulitan kondisi keuangan Angkasa Pura I imbas dari pandemi Covid-19.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Utama PT Angkasa Pura I (AP I), Faik Fahmi.
.
Penghematan yang dilakukan juga dalam investasi perluasan bandara. Untuk melanjutkan pembangunannya sendiri, Direksi PT Angkasa Pura telah menunjuk General Manager PT Angkasa Pura I Cabang SHIAM, Taochid Purnomo Hadi untuk menyelesaikan pembangunan Bandara internasional itu.
Taochid sendiri resmi menjabat menggantikan Wahyudi yang ditunjuk sebagai Vice President Airport Planning AP 1 Pusat pada 31 Oktober 2023 lalu.
Sebelum menjabat sebagai GM AP 1 SHIAM, Taochid Purnomo Hadi merupakan Vice President (VP) Airport Facilities Kantor Pusat PT Angkasa Pura I.
”Saya sudah tiga proyek yang saya tangani.
Taochid melanjutkan, jika dirinya sendiri merasa tertantang ketika mendapatkan amanah baru. Apalagi untuk menyelesaikan proyek yang akan menjadi kebanggaan warga Sulawesi Selatan itu.
”Ini tantangan bagi saya.
Penugasan itu adalah amanah. Saya tidak pernah minta satu jabatan pun. Maka terus kemudian ketika saya mendapatkan amanah, saya juga pantang rasanya untuk mundur,” bebernya.Jadi, menurut Taochid, dirinya menilai suatu permasalahan itu adalah tantangan. ”Jadi ketika melihat proyek ini perlu perhatian khusus, saya akhirnya merasa tertantang. Kita harus bisa menyelesaikan proyek ini dengan baik,” tutup Taochid.
Sebelumnya, Komisi V DPR RI menyoroti proyek pelebaran Bandara Sultan Hasanuddin yang pembangunan belum juga selesai sampai saat ini. Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Andi Iwan Darmawan Aras, bahkan secara tegas menyatakan, Angkasa Pura jangan segan-segan untuk memutus kontrak pihak konstruksi rekanan, apabila tidak mampu menyelesaikan proyek tersebut.
”Itu kan sanksinya jelas. Dalam kontrak juga diatur kalau memang pihak penyedia jasa konstruksinya tidak mampu menyelesaikan pekerjaan, ya selesaikan (putus kontrak) saja. Maksud saya, kontraknya diputuskan lantas kemudian ditunjuk kepada penyedia jasa yang baru agar supaya hal ini bisa diselesaikan dengan segera,” katanya.
Politisi asal Sulsel itu menilai, molornya waktu penyelesaian pembangunan Bandara Sultan Hasanuddin dapat berdampak buruk bagi pelayanan kepada masyarakat. Sehingga harus segera diselesaikan.
Untuk diketahui pelebaran Bandara Sultan Hasanuddin merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN).